Melihat berbagai macam kejadian dan fenomena akhir-akhir ini, seperti kasus korupsi mafia pajak, pejabat negara, penipuan usaha, maupun yang baru terjadi akhir-akhir ini yaitu penggelapan dana nasabah, menjadikan kita berkesimpulan sementara tampaknya ada sesuatu yang bermasalah yang ada pada diri manusia. Mungkin secara tidak sadar sebenarnya diri kita juga mengalaminya/melakukan kesalahan tersebut meskipun dalam eskalasi yang tidak terlalu spektakuler seperti kasus tersebut. Jika dikaji secara sederhana dari teori Maslow, yang menjadi pertanyaan mendasar, apakah yang belum mereka miliki sehingga masih termotivasi untuk terus melakukan tindakan memperkaya diri?? Padahal dari sudut pandang gaji sudah cukup besar sehingga kebutuhan dasarnya sudah lebih dari tercukupi, status sosial yang sudah mapan, kehormatan diri dan keluarga juga sudah diraihnya dengan nilai kekayaan yang diatas rata-rata masyarakat, bahkan mungkin eksistensi dan pengakuan akan kecerdasan dan kepintarannya juga sudah diperolehnya. Ternyata ada satu hal yang mungkin luput dari teori kebutuhan tersebut, yaitu hawa nafsu atau secara umum bisa dikatakan sebagai hasrat (desire). Pada tulisan ini saya akan mencoba membahas hawa nafsu sebagai sumber perbuatan tercela.
Hakekat Hawa Nafsu
Hawa nafsu (desire) merupakan kecenderungan jiwa kepada sesuatu yang bersifat imaterial (pengakuan diri, kehormatan, pujian, kepuasan) maupun material (wanita, anak, harta benda, hewan peliharaan, lahan dll(1)) yang semuanya cenderung mengarah kepada kejahatan (2). Oleh karena itu Tuhan banyak mengingatkan kita agar mengendalikan hawa nafsu tersebut dan tidak mengikuti serta cenderung padanya. Banyak orang yang sudah menjadikan hawa nafsu sebagai tuhan kedua sehingga terjerumus pada berbagai bentuk kesesatan dan kejahatan (3). Bahkan ada ulama yang mengemukakan bahwa ‘barangsiapa mengira mempunyai musuh yang lebih kejam dibanding nafsunya, berarti ia masih sedikit mengenal dirinya sendiri’ (4). Hal ini mengindikasikan bahwa hawa nafsu itu merupakan musuh yang nyata dalam diri kita tetapi tidak kelihatan sehingga susah dikendalikan. Bahkan hawa nafsu yang terlalu dituruti bisa menjadi motivator handal untuk melakukan kejahatan, serta mampu merubah jiwa yang dulunya baik menjadi buruk, maupun dulunya adil menjadi dhalim. Mengapa demikian??
Menurut beberapa ilmuwan psikoanalisa, hawa nafsu itu berbentuk keinginan/hasrat yang berubah seolah-olah menjadi kebutuhan (need) yang tidak akan pernah bisa terpenuhi/terpuaskan, karena hasrat ini akan selalu direproduksi dalam bentuk hasrat yang lain. Gilles Deleuze dan Felix Guattari menyatakan sebagai desire machine sebagai istilah untuk menjelaskan reproduksi ‘perasaan kekuarangan’ (lack) dalam diri secara terus menerus(5). Sehingga Manusia yang menjadikan nafsu sebagai tuhannya, akan senantiasa melihat sesuatu obyek yang belum ada pada dirinya atau belum dia miliki. Sebagaimana teori ekonomi yang menyatakan bahwa keinginan manusia itu tidak ada batasnya sedangkan kemampuan dan sumberdayanya terbatas maka dari itu kita disuruh memilah antara keinginan dan kebutuhan. Tetapi jika semua keinginan berubah bentuk menjadi kebutuhan maka yang terjadi kebutuhan hidupnya tidak akan pernah tercukupi dan terpuaskan.
Semakin dituruti hawa nafsu tersebut, maka kebutuhan hidupnya akan berubah wujudnya menjadi bentuk yang lain dan begitu seterusnya. Dengan kata lain tidak ada nafsu/hasrat untuk sesuatu yang sama / untuk sesuatu yang telah dimiliki. Karena desire machine akan terus berreproduksi selama manusia tidak mampu mengendalikannya. Oleh karena itu mengapa ajaran agama mengajak kita untuk senantiasa bersikap Qonaah (puas dengan apa yang ada) agar kita bisa terlepas dari perangkap nafsu tersebut.
Sejarah perbuatan dosa yang disebabkan hawa nafsu
Imam Ghazali, juga menyatakan sumber semua fitnah, penyesalan, kehinaan, kerusakan, dosa, dan bahaya yang terjadi pada mahkluk Tuhan baik mulai dari permulaan diciptakannya mahkluk sampai nanti hari kiamat adalah hawa nafsu. Awal mula terjadinya maksiat kepada Tuhan adalah dari Iblis. Sedangkan sebab kemaksiatan Iblis itu adalah sesudah adanya ketetapan Tuhan mengenai hawa nafsu. Kesombongan dan kedengkian hawa nafsu itulah yang menjerumuskan Iblis kedalam kesesatan, padahal sebelumnya Iblis adalah mahkluk Tuhan yang mulia yang sejajar dengan malaikat dan selalu beribadah menyembah Tuhan. Karena dahulunya di alam sana tidak seperti didunia, sehingga belum ada mahkluk lain dan juga setan(6). Tetapi nafsu itulah yang membuat Iblis menjadi sombong dan dengki kepada Adam yang menjerumuskannya menjadi mahkluk yang sesat (7).
Kemudian, Kesalahan yang terjadi sesudah itu adalah dosanya Adam dan Hawa. Kedua orang ini juga dijerumuskan oleh kesenangan nafsu kedalam perbuatan ingkar dari perintah Tuhan. Karena hawa nafsunya ingin hidup selamanya di surga, dan ditambah pula dengan bujukan Iblis menyebabkan keduanya harus keluar dari surga firdaus menuju kehidupan didunia yang penuh kesulitan dan bersifat fana ini. Hal inilah yang menyebabkan anak turunnya termasuk kita sekarang ini juga harus berjuang hidup didunia yang penuh dengan tipuan dan kesenangan yang semu(8).
Perbuatan dosa selanjutnya terjadi melalui kisah Qabil dan Habil. Penyebab Qabil membunuh Habil saat itu adalah nafsu yang mendorong kedengkian dan kekikiran (9). Kemudian dilanjutkan tragedi Harut dan Marut. Penyebab melorotnya derajat kedua orang itu juga karena menuruti kesenangan nafsu syahwat. Demikian peristiwa demi peristiwa maupun tragedi demi tragedi akan terjadi seterusnya didunia ini sampai kiamat kelak(6).
Dijaman sekarang ini dimana produk/obyek-obyek konsumsi (mobil, HP, laptop, rumah, pesta, gaya hidup) begitu mengalir dengan deras dan seakan-akan tidak ada putus-putusnya semakin menegaskan bahwa hawa nafsu/hasrat tidak akan pernah terpenuhi oleh yang namanya obyek-obyek tersebut. Berbagai macam produk yang ditawarkan, brand yang menarik hati, maupun citra gaya hidup yang datang dan pergi silih berganti hanya menciptakan persepsi dan penyakit jaringan yang tumpang tindih. Penyakit inilah yang sering disebut sebagai Skizofrenia.
Penyakit ini menyebabkan setiap waktu manusia hanya akan mengkonsumsi produk maupun citraan baru untuk menegaskan esksitensi dirinya yang seakan-akan merasa telah mengikuti perkembangan jaman. Jaman seperti inilah yang dulu pernah diperingatkan oleh Nabi SAW tentang akan tiba suatu jaman atas manusia dimana perhatian mereka hanya tertuju pada urusan perut, sedangkan kehormatan mereka hanya benda semata-mata, kiblat mereka hanya urusan wanita (seks) dan agama mereka adalah harta emas dan perak. Mereka adalah mahkluk Tuhan yang terburuk dan tidak akan memperoleh bagian yang menyenangkan disisi Tuhan (10).
Hawa nafsu sifatnya deteritorial artinya ia tidak akan pernah mau menetap pada teritorial (kepuasan) yang telah dikuasainya. Ia akan terus melakukan tipu daya dan ritual pencarian yang tak pernah tiada akhirnya. Kondisi seperti ini yang juga menyebabkan seluruh energi yang kita punyai hanya akan terpusatkan untuk pelayanan hawa nafsu tersebut. Kalau dulu Rene descartes mengemukakan filsafatnya ‘co gito ergo sum’ (Aku berpikir maka aku ada), yang menurutnya hakekat manusia terletak pada pikirannya, maka dengan era kebudayaan yang dikuasai hawa nafsu sekarang ini, bisa jadi istilah tersebut berubah “aku berganti, maka aku ada”. Karena cermin diri seseorang bukan lagi kaca yang bisa membentuk banyangan sesungguhnya, tetapi cerminnya adalah masyarakat penonton. Oleh sebab itu, istilah ‘aku berganti’ sangat lah cocok untuk menggambarkan kehidupan di era konsumerisme sekarang. Seperti seorang narsistis tidak akan pernah dapat hidup tanpa penonton, karena narsis hanya berkembang dikalangan sesama narsis pula. Coba saja kita narsis dikamar sendirian, tentu tidak akan bertahan lama.
Dalam diri yang dikuasai hawa nafsu, juga menyebabkan nilai-nilai yang sifatnya spiritual akan terpinggirkan dan bahkan hanya sebagai simbol yang kuasai oleh nafsu pula, seperti adanya istilah islam KTP dsb. Hawa nafsu akan cenderung kepada hal-hal yang bersifat amoral dan jika ada sesuatu yang bersifat ajakan moral, maka dalam struktur tubuhnya akan mengalami penolakan seperti masuknya virus penyakit/bakteri asing dalam tubuh yang menyebabkan tubuh akan membentuk anti bodi tertentu. Otaknya akan terus bekerja dengan mengandalkan rasio secara maksimal untuk membantah dengan segala bentuk rasionalitas yang seakan-akan juga merupakan kebenaran pula (11). Nabi SAW juga telah memperingatkan kepada umatnya tentang bahayanya hawa nafsu yang dituruti sebagai sesuatu yang bisa membinasakan (12).
Strategi pengendalian hawa nafsu
Disamping potensi bahaya yang ditimbulkan, pada hakikatnya Tuhan menganugerahkan hawa nafsu kepada manusia adalah sebagai suatu rahmat. Karena derajat manusia bisa lebih tinggi melampaui malaikat ketika dia bisa mengendalikan nafsunya, tetapi juga derajat manusia bisa lebih rendah dari Iblis ketika dia tidak mampu menguasainya. Inilah anugerah yang patut disyukuri sekaligus dipikirkan. Tentunya Tuhan tidak ingin menjerumuskan manusia kepada kesesatan, oleh karenanya disamping menganugerahkan nafsu, maka manusia juga dianugerahi akal (aql) dan hati (qalb). Dua instrumen inilah yang diharapkan mampu berkolaborasi menjadi jenderal dalam aktivitas keseharian kita baik beribadah maupun bekerja.
Imam Ghazali berusaha memberikan strategi untuk mengendalikan hawa nafsu ini, cara pertama adalah mendidik dan menguatkan nafsu sebagai pendorong melakukan setiap kebaikan, sedangkan cara kedua adalah melemahkan dan menahan nafsu sampai batas tertentu tanpa berlebihan, dan cara ketiga adalah memohon pertolongan kepada Tuhan dengan melakukan ibadah secara istiqomah agar kita bisa terbebas dan terlepas kepada jeratan nafsu.
Menurut Al Ghazali, mendidik dan menguatkan hawa nafsu bisa dilakukan dengan cara membiasakan kita untuk mengingat Tuhan (dzikrullah) melalui kebiasaan melakukan berbagai aneka kebajikan. Kesadaran keberTuhanan akan membawa pemahaman bahwa hidup didunia ini hanya sementara dan tidak kekal. Sehingga dengan senantiasa mengingat pemutus kenikmatan hidup yaitu kematian, maka akan membawa suasana hati kita untuk selalu mengorientasikan segala aktivitas kehidupan kepada Tuhan dan untuk mendapatkan ridloNYA.
Sedangkan cara kedua yaitu melemahkan hawa nafsu bisa dilakukan dengan melakukan berbagai ibadah yang memang tidak disukai hawa nafsu. Kata Al Ghazali, hawa nafsu itu ibarat kuda binal, sehingga untuk melemahkannya perlu dengan mengurangi makanan kesukaannya. Salah satunya bisa melalui memperbanyak puasa dll. Cara yang terakhir yaitu memohon pertolongan Tuhan, karena nafsu sendiri adalah mahklukNYA sehingga ia juga akan tunduk kepada Tuhan, agar hawa nafsu tersebut bisa berubah dari nafsu yang mendorong kepada kejahatan menuju nafsu yang dirahmati Tuhan (2). Tentang keutamaan melawan hawa nafsu, Ibnul Qayyim mengemukakan sesungguhnya melawan hawa nafsu bagi seorang hamba melahirkan kekuatan di badan, hati, dan lisannya.
Oleh karena itu marilah kita semua senantiasa berjuang secara terus menerus mengendalikan hawa nafsu selama ruh masih ada di jasad, sehingga kita bisa terhindar dari segala macam kejahatan yang ditimbulkannya. Insya Allah
Wallahualam bi showab
Catatan kaki:
1. QS 3:14 (Dijadikan terasa indah dalam pandangan manusia kecintaan terhadap apa-apa yang diinginkan (syahawati), berupa: wanita-wanita, anak-anak, harta benda yang banyak dalam bentuk emas dan perak, kuda pilihan, hewan ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik)
2. QS 12:53 (Dan aku tidak (menyatakan) diriku bebas (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafs itu cenderung mendorong kepada kejahatan, kecuali (nafs) yang diberi rahmat oleh Tuhan-ku)
3. QS 45:23 (Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya)
4. Syekh Muhammad Nawawi. Nashooihul ‘Ibad
5. Yasraf Amir. Hiper-Realitas kebudayaan
6. Imam Al Ghazali. Minhajul Abidin
7. QS 2:34 (Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: "Sujudlah kamu kepada Adam," maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir)
8. QS 6:32 (Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertaqwa)
9. QS 5:30 (Maka hawa nafsu Qabil menjadikannya menganggap mudah membunuh saudaranya, sebab itu dibunuhnyalah, maka jadilah ia seorang diantara orang-orang yang merugi)
10. HR. Ad dailami
11. QS 23:71 (Andaikata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi ini, dan semua yang ada di dalamnya)
12. HR. Ath-Thabrani dan Anas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar