home

Jumat, 11 November 2011

Belajar Dari Nabi Yusuf Dalam Mengatasi Ancaman Krisis Pangan

Ancaman krisis pangan sebenarnya bukanlah merupakan suatu fenomena baru, tetapi hal ini sudah pernah terjadi sejak jaman dahulu. Sejarah Mesir kuno telah mencatat terjadinya ancaman krisis pangan akibat perubahan iklim ekstrim yaitu musim hujan (masa subur) dan El Nino (musim kering) selama 7 tahun berturut-turut. Kondisi ekstrim seperti itu sampai sekarang belum pernah terulang kembali. Artinya kejadian masa lalu tersebut bisa menjadi pelajaran buat generasi kemudian. Bung Karno juga mengatakan jangan sekali-kali melupakan sejarah. Karena dengan belajar sejarah, kita juga bisa mengetahui, menganalisis dan mengambil hikmah terjadinya suatu peristiwa.
Informasi ancaman iklim ekstrim yang terjadi pada jaman Mesir Kuno terutama pada masa kenabian yusuf dimulai dari mimpi seorang raja Mesir yang melihat tujuh ekor sapi betina yg kurus-kurus dan tujuh butir (gandum) yg hijau dan tujuh butir lainnya yg kering. Mimpi itu tidak bisa dia terjemahkan menjadi informasi yang jelas. Sehingga dia mengundang seluruh jajaran pegawai dan cendekia untuk mentafsirkan mimpinya tetapi tidak ada yang mampu. Kemudian tampilah nabi Yusuf sebagai penta’wil mimpi yang akhirnya membuat negara pada saat itu dapat memprediksi kejadian luar biasa yang akan terjadi 14 tahun kedepan. Pengetahuan inilah yang disebut sebagai wahyu dari Tuhan. Kemudian setelah itu langkah kedua yang diambil raja Mesir adalah menjadikan nabi Yusuf sebagai pejabat pemerintah (bendaharawan) yang mengatur urusan pangan rakyat selama menghadapi masa krisis. Pertimbangan utama memilih Yusuf adalah karena ‘pengetahuannya’ dan juga amanah serta bisa dipercaya (QS 12:55). Kemudian disusunlah strategi antisipasi seperti melalui produksi massal gandum dimasa subur, teknologi panen dan penyimpanan gandum yaitu dengan memetik bersama tangkainya agar memiliki daya simpan yang lama, pengaturan sistem perbenihan agar benih untuk musim tanam berikutnya tetap tersedia, manajemen stok pangan yang berkeadilan dan terakhir yang dilakukan adalah membudayakan tolong menolong sesama warga negara yang kesulitan pangan. Langkah-langkah itulah yang dilakukan Yusuf yang semuanya dinyatakan secara tersirat dalam kitab suci. (QS 43-53).

Langkah strategis yang bisa diadopsi.
Berdasarkan kisah tersebut, maka dalam mengatasi ancaman krisis pangan saat ini, ada beberapa langkah strategis yang bisa ditiru yaitu langkah teknis, langkah sosiologis, langkah teologis, dan manajemen dampak.
Pada aspek teknis, Yusuf memberikan pelajaran tentang pentingnya ‘pengetahuan’, perbenihan, intensifikasi pertanian, manajemen stok pangan, dan manajemen sumberdaya. Variabel pertama yaitu ‘pengetahuan’ merupakan faktor kunci untuk mengatasi segala masalah. Pengetahuan verbal berupa wahyu Tuhan yang diberikan padanya, tentu menjadi informasi akurat yang sangat bisa dipercaya. Kemudian bagaimana pada jaman sekarang ini dimana wahyu sudah tidak diturunkan lagi?? Maka pendekatan Sains-lah yang akan bekerja. Tuhan sudah menganugerahkan akal kepada manusia untuk menyelesaikan persoalan yang ada di dunia ini. Tindakan antisipatif yang dilakukan Yusuf itulah yang sampai saat ini masih belum bisa dilakukan. Keterbatasan data dan informasi yang akurat menjadi kendala utama sehingga ketika terjadi perubahan iklim maupun ledakan serangan hama tanaman, maka tindakan resque yang muncul. Hal ini sepatutnya tidak akan terjadi ketika kita sudah bisa mendapatakan ‘pengetahuan’ layaknya nabi Yusuf.
Variabel kedua adalah pembenahan aspek perbenihan mulai dari perakitan varietas yang toleran cekaman abiotik (tahan rendaman maupun toleran kekeringan), cekaman biotik (hama penyakit), produktivitas tinggi, maupun melalui teknologi meningkatkan daya simpan benih sehingga varietas tersebut dapat tersedia di lapangan. Variabel ketiga adalah intensifikasi melalui peningkatan indeks pertanaman. Teknologi seperti IP Padi 400 sudah selayaknya tetap diusahakan sebagai langkah antisipatif mendukung perluasan areal untuk mengamankan stok pangan.
Variabel keempat adalah manajemen stok pangan. Disini peran vital intitusi negara yang menjaga ritme keluar masuknya bahan pangan sehingga tersedia sepanjang tahun. Dalam kondisi krisis, maka mekanisme pasar hanya akan menguntungkan segelintir rent seeker, sehingga perlu diambil alih negara.
 Variabel kelima adalah manajemen sumberdaya terutama air. Adanya fenomena la nina yang mendahului el nino memberikan kesempatan kepada kita untuk mengelola kelimpahan air sehingga bisa dimanfaatkan saat terjadi el nino (kekeringan). Disamping itu, teknologi budidaya hemat air juga perlu terus digalakkan tanpa mengurangi aspek produktivitasnya.
Sedangkan langkah sosiologis menyangkut hubungan antar manusia seperti sistem tolong menolong dan partisipasi petani. Sistem ini sebenarnya sudah mulai dibangun sejak jaman orde baru dengan istilah gotong royong. Warisan inilah yang sebenarnya sebagai jaringan pengaman sosial di masyarakat. Masalah pangan adalah masalah bersama yang hanya bisa diatasi dengan kebersamaan. Apsek partisipasi petani sangat dibutuhkan untuk menjamin keberlanjutan pasokan bahan pangan. Oleh karena itu petani selayaknya perlu mendapat apresiasi berupa insentif harga, kemudahan akses saprodi, dan proteksi negara.
Langkah teologis yang perlu dilakukan adalah menggerakan sistem zakat sebagai bagian dari kesadaran berkeTuhanan. Sistem ini diterapkan pada jaman kenabian bertujuan untuk mencapai pemerataan dan keadilan sosial. Zakat dilakukan melalui mekanisme redistribusi aset/kekayaan materi yang dimiliki kalangan kaya untuk didistribusikan pada mereka yang miskin serta mendukung program kepentingan umum/bersama. Sasaran sebenarnya bukanlah agar semua orang memiliki bagian yang sama rata, tetapi agar tidak terjadi suasana ketimpangan dimana sebagian yang lain hampir tak memiliki sama sekali sedangkan yang sebagian lainnya sangat berlebihan dalam penguasaan aset sumberdaya. Ketimpangan materi/ekonomi inilah yang jika tidak dikurangi akan menyebabkan ketimpangan dibidang lainnya seperti politik, budaya, maupun keamanan. Dalam kondisi krisis, tentu saja yang diinginkan adalah kondisi kedamaian seperti halnya jaman nabi Yusuf.
Yang terakhir tak kalah pentingnya dari kisah tersebut adalah manajemen dampak jika krisis pangan benar-benar terjadi.  Managemen dampak ini mutlak menjadi domain negara sebagai eksekutor dilapangan.  Upaya yang dilakukan melalui pembentukan tim eksekusi yang memiliki keahlian dibidangnya dan integritas moral yang tinggi dalam mengatasi krisis seperti kepribadian nabi Yusuf. Kemudian faktor lainnya adalah dukungan sistem penganggaran untuk tanggap darurat, menyiapkan stok pangan di wilayah-wilayah yang rawan, mengoptimalkan sumberdaya pangan lokal yang ada dimasyarakat seperti sagu maupun umbi-umbian, distribusi bantuan secara berkeadilan, dan melakukan upaya-upaya hukum ketika terjadi kecurangan dan penimbunan bahan makanan. Pada prinsipnya kejadian krisis tidak selalu membawa bencana tetapi bisa memacu&meningkatkan semangat solidaritas sesama masyarakat. Dengan adanya kepemimpinan yang amanah dan berpengetahuan diharapkan dapat membawa negara ini keluar dari ancaman krisis pangan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar