home

Minggu, 15 Januari 2012

Penggunaan Teori "Kesejajaran Sadjad" dalam Bisnis Perbenihan

Pada prinsipnya teori kesejajaran Sadjad merupakan hubungan antara budaya tani dengan budaya benih. Teori ini memberikan gambaran bahwa benih sebagai aspek komersial perlu dikaitkan dengan budaya tani yang ada. Dalam matrix teori kesejajaran menggambarkan budaya tani dijabarkan mulai dari tingkat I dengan ciri-ciri yang masih primitif/berkelana. Kemudian tingkat II yang berupa budaya tani non agronomi dengan teknologi yang sederhana, tingkat II berupa agronomi dengan teknologi minimal/madya, tingkat IV berupa agronomi dengan teknologi plus / modern dan tingkat V dengan budaya tani dengan kaidah bioteknologi non agronomi yang berteknologi canggih. Tataran status budaya tani sejajar dengan teknologi dalam pembudayaan benih yang dimulai dari tingkat teknologi minim, sederhana, madya, maju, dan canggih.
Gambaran tataran teknologi itu sedikit banyaknya juga menggambarkan juga tataran indsutri benih jika kualifikasinya didasarkan pada tingkat teknologi yang digunakan. Industri benih tingkat I masih sangat minim teknologi, tingkat II sudah memanfaatkan teknologi dalam pengeringan dan pembersihan yang mungkin sudah bersifat non alami, tingkat III memanfaatkan mesin-mesin oengolahan benih termasuk untuk proses pemilhana, tingkat IV sudah menghasilkan benih yang bersertifikat, dan tingkat V sudah berteknologi canggih dan memiliki upaya penelitian dan pengembangan sendiri.
Tabel 1. Matriks teori kesejajaran       


Dengan dasar teori kesejajaran maka apabila budaya tani dihadapkan pada tataran teknologi industri benih, maka dapat digambarkan matrix untuk pembinaan perbenihan berbagai komoditi (Tabel 2).

Tabel 2. Aplikasi teori kesejajaran Sadjad untuk industri benih pada tingkat budaya tani



Untuk komoditi sayuran, bunga-bungaan yang sudah memiliki budaya tani yang canggih misalnya perlu dilayani oleh teknologi indsutri benih tingkat V yang berteknologi canggih. Komoditi lainnya seperti padi sawah yang memiliki budaya tani yang modern akan sesuai jika dilayani oleh industri benih berteknologi tingkat IV. Demikian juga pada jagung hibrida, budaya taninya harus menyesuaikan teknologi benih tersebut dengan dinaikkan dari budaya madya ke arah modern misalkan dengan konsolidasi manajemen usahatani. Begitu sebaliknya jika misalnya padi ladang dilayani oleh industri benih tingkat IV atau V, maka indsutri benih tersebut menjadi berbiaya tinggi karena budaya tani ladang masih berada pada tataran tingkat II yang sederhana. Dalam hal ini kalaupun dipaksakan maka perlu ada intervensi pemerintah melalui pemberian subsidi baik subsidi dalam kegiatan riset, pemuliaan, harga, maupun bentuk lainnya.
Dengan teori ini maka sebagai produsen benih bisa menempatkan strategi pemasaran yang tepat, yaitu bagaimana membuat kebijakan benih yang sesuai dengan tataran budaya tani yang ada pada petani apabila hendak menerapkan pembinaan teknologinya dalam memproduksi benih. Dalam pengembangan suatu spesies maka juga perlu dilihat pada tingkat berapa komoditas tersebut sehingga target pasarnya sudah bisa ditetapkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar