home

Jumat, 20 Mei 2011

MENJADI SUFI BIROKRAT

Sufi birokrat merupakan istilah yang mungkin masih asing bagi kita atau bahkan istilah yang secara substansi sulit dipadukan. Kita mengenal sufi sebagai seorang yang mendalami ilmu tasawuf, pribadi yang suci, santun, penuh kezuhudan dengan banyak menjauhi urusan duniawi, dan bahkan terkesan jauh dr kemewahan dunia. Hal ini berbeda dengan birokrat yang biasa diidentikkan dengan kekuasaan, korupsi, urusan duniawi, harta benda, dan bahkan oleh para kritikus, profesi birokrat penuh dengan kesalahan karena berbuat apapun tetap saja disalahkan, apalagi tidak berbuat malah tambah disalahkan.
Kemudian bagaimana mungkin seorang birokrat diintegrasikan menjadi seorang sufi juga?? Topik ini yang coba akan kami bahas dalam tulisan ini.   
Hakekat Kesufian
Menurut Prof. Harun nasution(3), istilah sufi bisa dikaitkan dengan kata ‘safa’ yang artinya suci. Jadi sufi adalah orang yang disucikan. Dan memang, kaum sufi berusaha menyucikan jiwa mereka melalui banyak melaksanakan ibadah. Contoh tokoh sufi jaman dahulu adalah Abu hasyim al kufi, Rabi’ah al adawiah, Dzunun al misri, dan Abu yazid al bustomi. Dalam kehidupan sehari-hari, tokoh sufi tersebut banyak menggunakan ketajaman akal qalbu/hati sebagai alat pengambilan keputusan daripada akal/otak yang ada di kepala. Proses menjadi sufi membutuhkan perjuangan yang tidak mudah karena memerlukan penyucian jiwa secara istiqomah (terus menerus) melalui ibadah seperti shalat, puasa, sedekah, dzikir dll sehingga nantinya akan terjadi penyucian jiwa secara berangsur.
Berdasarkan ilmu tasawuf, beberapa pesan kesufian yang terpenting sebenarnya adalah ajakan agar kita menyadari sepenuhnya sifat ketidakkekalan dari kehidupan  dunia ini. Oleh karena dunia bersifat fana (tidak kekal) dan yang kekal hanyalah Tuhan, maka dunia ini akan bermakna apabila senantiasa diorientasikan kepada Tuhan.
“Bukankah Aku ini Tuhanmu??”, Mereka (anak cucu Adam) menjawab,”Betul (Engkau Tuhan kami), kami bersaksi”. (QS 7:172)
Jadi kesadaran berkeTuhanan melalui penyucian jiwa menjadi kata kunci sufiyah. Melalaikannya hanya akan membuat kita terjebak oleh “perangkap” yang penuh dengan kefanaan.  Dalam perangkap seperti itu, kita akan cenderung berorientasi kepada usaha mewujudkan  kesenangan  sementara  yang segera dapat dinikmati saat ini dan disini, yaitu di  dunia  yang  fana  ini.  Perangkap inilah yang bisa membuat kita melupakan kematian yang pasti terjadi. Padahal manusia dikatakan sebagai manusia yang hidup ketika ruh masih ada dalam jasad, tetapi jika ruh tersebut pergi maka yang terjadi adalah ketiadaan hidup.
Allah memegang nyawa (seseorang) pada saat kematiannya dan nyawa (seseorang) yang belum mati ketika ia tidur; maka Dia tahan nyawa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia lepaskan nyawa yang lain sampai waktu yang ditentukan (QS 39:42)
Dalam kenyataannya, mengapa manusia seringkali melalaikan dan lupa kepada Tuhan bahkan segala aktivitas kita didunia ini justru lebih banyak tersita untuk hal-hal yang bersifat pemenuhan duniawiyah belaka ??  
Imam Ghazali mencoba mencari penyebab hal ini dengan teori Cermin (al Mir’ah) (4).  Menurutnya hati manusia ibarat cermin, sedangkan petunjuk Tuhan bagaikan nur/cahaya. Dengan demikian jika hati manusia benar-benar bersih niscaya ia akan menangkap cahaya petunjuk illahi dan memantulkan cahaya tersebut kesekitarnya. Sedangkan jika manusia tidak mampu menangkap sinyal-sinyal spiritual dari Tuhan, itu pada dasarnya disebabkan 3 kemungkinan:
Pertama, cerminnya terlalu kotor oleh perbuatan-perbuatan dzalim dan aniaya sehingga cahaya illahi tidak dapat ditangkap dengan baik oleh cermin hatinya.
Kedua, diantara cermin dan sumber cahaya terdapat penghalang yang tidak dapat memungkinkan cahaya illahi menerpa cermin tersebut. Yang termasuk dalam kategori ini adalah orang-orang yang menjadikan harta, kekuasaan, dan kesenangan duniawi sebagai orientasi hidup.
Ketiga, cermin tersebut memang membelakangi sumber cahaya akibat sikap kekafiran yang secara sadar mengingkari Tuhan. Akibatnya cahaya illahi tidak bisa dipantulkan oleh cermin hatinya.
Menurut Al Ghazali, agar hati manusia selalu dapat menjadi cermin yang jernih maka harus senantiasa berusaha mensucikan jiwanya dengan jalan menguasai hawa nafsu yang rendahan. Karena nafsu akan selalu mendorong pada perbuatan yang ingkar baik berupa nafsu immateriil (dorongan nafsu untuk selalu ingin dihormati, diutamakan,dipuji, disegani dll) maupun nafsu materiil/syahwat (dorongan berlebihan untuk memiliki harta benda, wanita, anak, binatang ternak, kebun dll).
Dan aku tidak (menyatakan) diriku bebas (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafs itu cenderung mendorong kepada kejahatan, kecuali (nafs) yang diberi rahmat oleh Tuhan-ku (QS 12:53)
Akan tiba satu jaman atas manusia dimana perhatian mereka hanya tertuju pada urusan perut dan kehormatan mereka hanya benda semata-mata. Kiblat mereka hanya urusan wanita (seks) dan agama mereka adalah harta mas dan perak. Mereka adalah makhluk Allah yang terburuk dan tidak akan memperoleh bagian yang menyenangkan di sisi Allah. (HR. Ad-Dailami)
Menurut Al Ghazali, cara yang paling baik mengendalikan hawa nafsu adalah melalui perjuangan (jihadun nafs) dan latihan ruhani (riyadloh) dengan senantiasa mengharap pertolongan Allah. Prosesnya melalui pelaksanaan syariat yang sudah diajarkan nabi SAW, baik itu yang hukumnya wajib dan juga ditekankan melakukan amalan-amalan sunnah secara terus menerus. Oleh karena itu seringkali kita melihat orang-orang dilingkungan pondok pesantren salafiyah melakukan berbagai macam amalan istiqomah seperti puasa senin kamis atau puasa nabi daud, puasa setiap hari, shalat sunnah dll yang pada intinya adalah menuju kesucian jiwa agar bisa mendekati Tuhan yang maha suci.
Profesi birokrat (pegawai negeri) dalam Islam
Istilah birokrat cenderung diidentikan dengan orang yang menjalankan birokrasi, lebih populernya ditujukan kepada orang-orang yang bekerja dalam pemerintahan. Bisa juga termasuk pejabat negara, maupun pegawai negeri sipil (PNS). Saat ini menjadi pegawai negeri masih menjadi primadona pilihan hidup bagi masyarakat. Indikatornya terlihat dari begitu banyaknya orang yang melamar untuk menjadi PNS. Islam sendiri membolehkan kita seorang muslim untuk bekerja mencari rezeki dengan jalan menjadi pegawai negeri, dengan catatan selama kita mampu memikul pekerjaannya dan dapat menunaikan kewajibannya. Menjadi pegawai negeri juga pernah menjadi pilihan Nabi Yusuf yaitu saat dia mendapat tawaran pekerjaan oleh Raja Mesir.
"Jadikanlah aku bendaharawan negeri (Mesir), karena sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga lagi berpengetahuan." (QS 12: 55) (1)
Dari ayat tersebut menunjukkan bahwa pegawai negeri / abdi negara merupakan hal yang mulia jika dibarengi dengan adanya kesadaran berkeTuhanan. Nabi Yusuf telah memberikan teladan yang baik bahwa ia secara sadar dengan kemampuan, amanah dan pengetahuannya menjadikannya merasa terpanggil untuk menyelamatkan dan mensejahterakan rakyat mesir saat akan terjadi bencana kekurangan pangan (QS 12: 43-53). (1)
Tetapi hal ini berbeda dengan kondisi sekarang dimana jabatan maupun menjadi pegawai negeri merupakan sesuatu yang diperebutkan. Seseorang bisa mengeluarkan banyak uang untuk menyuap kanan kiri hanya demi meraih jabatan atau bisa menjadi pegawai negeri. Cara-cara seperti inilah yang sangat dilarang oleh Tuhan. Karena menjadi pegawai maupun pejabat dengan cara menyuap, dikemudian hari bisa menyebabkan timbulnya banyak kemudharatan. Dalam kasus ini, Al-Qur’an telah menceritakan teladan Nabi Sulaiman dalam mensikapi upaya penyuapan dalam bentuk hadiah harta benda yang mempesonakan hati serta mata yang dikirim oleh Ratu Balqis.
Maka tatkala utusan itu sampai kepada Sulaiman, Sulaiman berkata: "Apakah (patut) kamu menolong aku dengan harta? maka apa yang diberikan Allah kepadaku lebih baik daripada apa yang diberikan Allah kepadamu; tetapi kamu merasa bangga dengan hadiahmu (QS 7:36) (1)
Allah melaknat penyuap, penerima suap dan yang memberi peluang bagi mereka. (HR. Ahmad) (2) 
Tentang persoalan jabatan pemerintahan, Qur’an juga memberikan contoh ketika nabi Musa meminta saudaranya Harun untuk memimpin kaumnya. Hal ini menunjukkan bahwa mengemban amanah suatu jabatan tertentu baik fungsional maupun struktural diperbolehkan dalam islam dengan catatan kita mempunyai kekuatan dan kemampuan untuk tetap fokus menegakkan yang haqq dan dilarang mengikuti jalannya orang-orang fasik.
Dan berkata Musa kepada saudaranya yaitu Harun: "Gantikanlah aku dalam (memimpin) kaumku, dan perbaikilah, dan janganlah kamu mengikuti jalan orang-orang yang membuat kerusakan (QS 7:142) (1) 
Dalam hal ini juga diriwayatkan, Abu Dzar pernah meminta kepada Nabi untuk diberi suatu jabatan, maka oleh Nabi ditepuknya pundak Abu Dzar sambil beliau bersabda:
"Hai Abu Dzar! Engkau orang lemah, kekuasaan adalah suatu amanah dan kelak di hari kiamat akan menyusahkan dan menyesalkan, kecuali orang yang dapat menguasainya karena haknya dan melaksanakan apa yang menjadi tugasnya." (Riwayat Muslim) (2)
Berdasarkan ayat tersebut, memang ada baiknya kita seorang muslim jangan pernah meminta suatu jabatan dan berambisi memperolehnya, tetapi jika diminta dan hati nurani kita merasa sanggup dan amanah untuk melaksanakannya dengan tujuan mengharap ridlo dan pertolongan dari Tuhan, maka kita harus siap untuk menunaikannya. Jabatan yang hanya digunakan sebagai pelindung, atau untuk berbangga-bangga dan menunjukkan eksistensi dirinya akan menyebabkan kesengsaraan dirinya sendiri karena Tuhan tidak akan memberikan pertolongan kepadanya, sebagaimana hadist nabi SAW berikut.
Rasulullah Saw berkata kepada Abdurrahman bin Samurah, "Wahai Abdurrahman, janganlah engkau menuntut/meminta suatu jabatan, Karena sesungguhnya jika engkau diberinya lantaran ambisimu maka kamu akan menanggung seluruh bebannya. Tetapi jika engkau ditugaskan tanpa meminta maka kamu akan diberi pertolongan." (HR. Bukhari dan Muslim) (2)
Barangsiapa diserahi kekuasaan urusan manusia lalu menghindar (mengelak) melayani kaum lemah dan orang yang membutuhkannya maka Allah tidak akan mengindahkannya pada hari kiamat. (HR. Ahmad) (2) 
Begitu juga menjadi seorang bawahan pegawai negeri, kemampuan & pengetahuan juga dibutuhkan untuk menjalankan pekerjaan kita. Tuntutan profesional sebagai pegawai negeri juga di ajarkan oleh Nabi SAW, bagaimana Allah menyukai hambanya yang ahli di bidangnya dan bekerja keras mencari nafkah demi menghidupi keluarganya. Istilah berangkat telat pulang cepat atau RMPS (Rajin/Malas, Pendapatan Sama) dalam dunia pegawai negeri seharusnya sudah tidak ada lagi. Karena jika bekerja diniatkan sebagai ibadah, tentu kekhusyu’an bekerjalah yang menjadi proses dalam keseharian kita untuk mencari rezeki yang halal buat anak istri kita.
Sesungguhnya Allah suka kepada hamba yang berkarya dan terampil (professional atau ahli). Barangsiapa bersusah-payah mencari nafkah untuk keluarganya maka dia serupa dengan seorang mujahid di jalan Allah Azza wajalla. (HR. Ahmad) (2)
Kesadaran berkeTuhanan juga diperlukan sebagai abdi negara, karena hal ini akan menjadikan pegawai yang mempunyai dedikasi dan integritas tinggi. Dengan kesadaran berkeTuhanan pula kita menjadi berkewajiban ikut ‘mengawasi’ diri sendiri, kolega, atau bahkan pimpinan yang melanggar hukum Tuhan sebagaimana dicontohkan para nabi-nabi terdahulu.
Berkata Musa: "Hai Harun, apa yang menghalangi kamu ketika kamu melihat mereka telah sesat (QS 20:92) (1)
Berkata Sulaiman: "Akan kami lihat, apa kamu benar, ataukah kamu termasuk orang-orang yang berdusta (QS 27:27) (1) 
Begitulah islam memandang pekerjaan menjadi pegawai negeri yang terdiri dari berbagai lini/bagian yang kesemua profesi itu adalah penting dan utama. Dalam bahasa lain, seorang filsuf yang bernama Plato(5) mengatakan dimanapun jalur kemisian hidup seseorang dijalankan, pada hakekatnya tak ada satupun yang dapat dianggap lebih utama dibanding yang lain. Baik itu sebagai seorang kepala kantor, kepala bagian, petugas struktural di bagian administrasi, keuangan, kepegawaian, keamanan, office boy, kurir, ataupun petugas fungsional seperti guru, dokter, perawat, dosen, hakim, jaksa, auditor, peneliti, dan penyuluh akan bersama-sama bekerja dalam kerangka mengabdi dan ‘memandang’ kepada Tuhan. Masing-masing bagian bekerja agar tercipta keseimbangan dalam hidup di dunia ini.
Menintegrasikan nilai kesufian dalam profesi birokrat.
Sebagaimana yang sudah disebutkan sebelumnya bahwa hakekat kesufian mengajarkan bahwa keluhuran nilai seseorang bukanlah terletak pada wujud fisiknya melainkan pada kesucian dan kemuliaan hatinya, sehingga ia bisa sedekat mungkin dengan Tuhan yang maha suci.
Memang secara tegas Allah menyatakan bahwa manusia merupakan puncak ciptaanNYA dengan tingkat kesempurnaan dan keunikannya yang prima dibanding mahkluk lainnya. Namun begitu Allah juga memperingatkan bahwa kualitas kemanusiaan kita masih belum selesai sehingga masih harus berjuang untuk menyempurnakan dan mensucikan dirinya. Melalui ketaqwaan yang dilakukannya pula diharapkan bisa memelihara dan meningkatkan kesucian jiwa kita menuju jiwa yang tenang/nafs muthmainnah.
Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya (QS 95:4) 
Wahai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang ridlo dan diridloiNYA, Maka masuklah kedalam golongan hambaKU, dan masuklah kedalam surgaKU. (QS 89:27-30) 
Dan jiwa serta penyempurnaannya, maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya (QS 91:7-10) 
 Berdasarkan ayat tersebut, hakekat keberagamaan adalah penyucian jiwa (tazkiyatun nafs), dan itu dilakukan dalam upaya mendekati dan menggapai kasih dan ridlo Tuhan, oleh karenanya setiap orang semestinya berusaha untuk menjadi sufi, begitu juga seorang birokrat pun perlu menuju kesufian. Terkadang pandangan semacam ini memang kurang populer dan sulit diterima banyak kalangan. Namun begitu, isyarat yang tegas dalam Al-Qur’an tersebut menyatakan bahwa kewajiban setiap muslim adalah mensucikan jiwanya sehingga kesuciannya dapat termanifestasikan dalam segenap perilaku kesehariannya baik di keluarga, masyarakat, maupun kehidupan bernegara.
Apalagi jika kita melihat kondisi sekarang ini dimana banyak patologi yang menjangkiti dunia birokrasi maupun dunia modern pada umumnya seperti materalism yang cenderung membuat manusia tergerak untuk bersifat korup, manipulatif, berlomba-lomba dalam menumpuk kekayaan, serta mencekal nilai-nilai spiritual; kemudian penyakit konsumerism yang cenderung tidak mengenal kata “puas” dan selalu mencari sumber-sumber kepuasan yang baru; serta penyakit hedonism yang mendorong manusia untuk memusatkan seluruh energinya bagi pemuasan dan pelayanan hawa nafsu, yang kesemua penyakit tersebut mengantarkan kita pada kesimpulan bahwa pola kehidupan yang semata-mata dipimpin oleh akal (otak) dan hasrat itu perlu diimbangi dan dikendalikan dengan kebersihan hati dan jiwa. Dan melalui sudut pandang kesufian kiranya kehidupan beragama akan mampu mewujudkan pribadi-pribadi yang seimbang.
Untuk menjadi pribadi yang bisa mensucikan diri dan meningkat kualitas jiwanya menuju puncak ibadah, menurut imam Ghazali(6) perlu didahului dengan tahapan ilmu, dan bertaubat. Ilmu yang dimaksud adalah ilmu tauhid agar dalam proses pensucian jiwa benar-benar didasari ilmu yang meyakinkan (‘ilmul yaqin). Proses taubat dibutuhkan untuk membersihkan diri terhadap dosa-dosa masa lalu.
Kemudian menurut Komarudin Hidayat(7), proses selanjutnya yang mesti dilalui terdiri dari 3 tahap, diantaranya adalah:
Tahap ke-1 adalah Dzikir/ta’alluq kepada Tuhan, yaitu berusaha mengingat dan mengikatkan kesadaran hati dan pikiran kita kepada Allah. Manifestasi dzikir ini cukup luas, yaitu melalui pelaksanaan syariat secara istiqomah seperti shalat, puasa, zakat, sedekah, wirid, berthoharoh (bersuci), atau bahkan bekerja dan berpikir terhadap ciptaanNYA dengan senantiasa mengharap ridlo Allah pun hakekatnya juga termasuk kedalam dzikir (mengingat Allah), karena dimana ada kebaikan disitulah ada Tuhan.
(Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (QS 3:191) (1) 
Kemudian tahap ke-2 adalah Sadar meniru sifat-sifat Tuhan sehingga seseorang bisa memiliki sifat mulia sebagaimana sifatNYA. Proses ini juga disebut sebagai internalisasi sifat Tuhan kedalam diri manusia dan kalangan sufi biasa menyandarkan hadits Nabi yang berbunyi,”Takhallaqu bi akhlaqi Allah”.
Sedangkan tahap ke-3 yaitu kemampuan untuk mengaktualisasikan kesadaran dan kapasitas dirinya sebagai seorang mukmin yang dirinya sudah ‘didominasi’ sifat-sifat Tuhan sehingga tercermin dalam perilakunya yang serba suci dan mulia. Oleh karena itu sejatinya proses pensucian dan penyempurnaan diri perlu terus kita lakukan sampai ruh berpisah dengan jasad kita (adanya kematian)
Sebagai ‘abd u llah (budak Allah) yang saleh yang sekaligus wakilNYA didunia ini untuk memuliakan dan  membangun bumi sebagai bayangan surga melalui pekerjaan kita sebagai birokrat yang sufistik, maka tidak ada kata berhenti untuk berproses menyucikan jiwa dan berdzikir serta memikirkan ciptaanNYA meskipun kita sedang bekerja dalam rutinitas keseharian.
Seorang sufi birokrat akan tetap bisa melakukan zuhud yaitu secara lahir masih tetap bergaul bersama orang banyak baik dikantor maupun dimasyarakat, tetapi secara batin, hati nyalah yang akan berzuhud memusat kepada Tuhan (seperti istilah, ‘meski dikeramaian tapi aku masih tetap bisa merasa sepi’), sebab dengan mengingat Allah lah hati kita menjadi tenteram (alaa bidzikrillaahi tath mainnal quluub). Tetapi metode ini, menurut ulama sufi (4), akan terasa sangat sulit dijalani karena antara hati dan pikiran tidak bisa bertolak belakang.
Sufi birokrat juga tidak harus menjadi miskin dengan pakaian yang lusuh seperti yang dicontohkan tokoh-tokoh sufi sebelumnya, karena rezeki sudah ditentukan Tuhan. Oleh sebab itu yang perlu dilakukan adalah tindakan mensyukuri gaji yang rutin diberikan dengan senantiasa mengeluarkan haknya orang fakir dan anak yatim dalam harta kita.
Dan pada harta-harta mereka ada hak orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian (QS 51:19) (1)
Seorang sufi birokrat juga boleh menjadi kaya, karena dengan kekayaan kita bisa menebarkan kebaikan bagi semua umat. Yang dilarang oleh Nabi SAW adalah cinta kepada kekayaan atau cinta kepada dunia(8), sebagaimana sabdanya, “hubbud dunya ro’su kulli khothii ah” (cinta pada dunia itu pokok/sumber sagala kejahatan). Cinta kepada dunialah yang bisa menjerumuskan kita pada tindakan korup, kikir (enggan mengeluarkan sedekah), maupun membabi buta dalam mengumpulkan harta entah itu halal maupun haram. Nabi sulaiman adalah teladan yang baik, bagaimana sebaiknya kita harus bersikap jika memperoleh kekayaan, kekuasaan, dan keilmuan yang tinggi.
Ini semata-mata dari karunia Tuhanku, untuk menguji padaku apakah aku bersyukur ataukah kufur (QS 27:40) (1)
Sufi birokrat juga akan selalu berusaha memudahkan segala urusan orang yang berurusan dengannya, agar nantinya Tuhan juga akan memudahkan jalan dan urusan kita saat di akhirat nanti.
Mungkin itulah gambaran sufi birokrat yang tidak hanya bertanggung jawab membentuk kesalehan pribadinya tetapi juga bertanggungjawab menjadi insan pengabdi dalam mewujudkan birokrasi yang bersih dan amanah demi terwujudnya masyarakat yang adil dan sejahtera yang diridloi Allah SWT. Sufi birokrat adalah orang yang cerdas yang selalau berpikir kehidupan jangka panjang baik didunia maupun diakherat, seperti sabda Nabi SAW, “Mukmin yang cerdas adalah yang paling banyak mengingat kematian dan mempersiapkan diri untuk sesudah kematian tersebut” (HR. Ibnu Majah) (2).
Hanya kepada Alllah lah kita menyembah dan memohon pertolongan.
Wallahu alam bi showab 


Daftar Bacaan:
 (1)  DEPAG. Al-Qur’an dan Terjemahannya
 (2)  Almath, Muhammad faiz. 1100 hadits terpilih
 (3) Nasution, Harun. 1993. Tasawuf
(4) Al-Ghazali, Imam. 1981. Ihya Ulum al-Din
(5) Beoang,Konrad Kebung. 1999. Plato:Jalan menuju pengetahuan yang benar
(6) Al-Ghazali, Imam. 2006. Minhajul Abidin
(7) Hidayat, Komaruddin. 1993. Manusia dan Proses Penyempurnaan Diri.
(8) Ibnu Atha'illah Al Iskandari.  Al-Hikam
 


Minggu, 01 Mei 2011

IMPLEMENTASI SISTEM PENYEDIAAN DAN PENGENDALIAN MUTU BENIH PALA (Myristica fragrans Houtt) DI MALUKU UTARA


Chris Sugihono, Heru Ponco, Yopi Saleh, dan Haris Syahbuddin,1)

1) Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Maluku Utara
Komplek pertanian kusu no. 1, Sofifi, Kota Tidore Kepulauan.


ABSTRACT

To improve nutmeg productivity in North Maluku by rehabilitating the plant which not produce an area of 1171 ha require supply system of high quality seed because plant propagation of nutmeg in North Maluku still use the seeds and sold as nursery plant. This assessment aimed to arrange the seed supply system flow in North Maluku and to know nutmeg seed quality control system. The assessment was conducted in March 2008-December 2009. Data collection was done using a survey method. Assessment was carried out in the Primatani program location, namely in Jaya village, Tidore island, Marikurubu village, Ternate island, Wasia village, North Halmahera. The results showed that the existing supply system of nutmeg seed consists of 3 components, namely the determination of seed source through a high-producing block, seed (nursery plant) production and seed (nursery plant) certification. Meanwhile, seed quality control carried out only in the final product. Looking ahead to ensure the quality of the circulated nutmeg seed is needed release activity nutmeg varieties that have high sales value, the seeds production through vegetative propagation technology to ensure the genetic quality, and implementation of nutmeg seed quality control from the upstream side (the release of varieties), intermediate (seed production), and downstream (marketing) to avoid the circulation of not certified seed.

key words: nutmeg seed, seed quality, north maluku


ABSTRAK

Upaya peningkatan produktivitas pala di Maluku Utara melalui rehabilitasi tanaman tidak menghasilkan seluas 1.171 ha membutuhkan sistem penyediaan benih unggul dan bermutu tinggi yang mantap karena saat ini perbanyakan tanaman pala di Maluku Utara masih menggunakan biji dan dijual dalam bentuk bibit. Tujuan dari pengkajian ini adalah menyusun alur penyediaan benih pala unggul dan bermutu di Maluku Utara dan mengetahui sistem pengendalian mutu benih pala. Pengkajian ini dilakukan pada bulan Maret-Desember 2008 dengan menggunakan metode survei pada kelompok penangkar benih pala Primatani di Kelurahan Jaya, Kota Tidore Kepulauan, Kelurahan Marikurubu Kota Ternate, Desa Wasia Kab. Halmahera Utara dan stakeholder perbenihan di Maluku Utara. Data yang dikumpulkan berupa data primer dan sekunder. Hasil kajian menunjukkan bahwa sistem penyediaan benih pala yang eksisting terdiri dari 3 komponen yaitu penetapan sumber benih melalui blok penghasil tinggi (BPT), produksi bibit, dan sertifikasi bibit. Kapasitas produksi benih saat ini adalah 63 ribu anakan/tahun, sedangkan kebutuhan potensial mencapai 117.100 anakan dan kebutuhan prospektif sampai tahun 2014 mencapai 637.100 anakan. Sedangkan pengendalian mutu benih hanya dilakukan diproduk akhir. Kedepan untuk menjamin mutu benih pala yang diedarkan maka diperlukan kegiatan pelepasan varietas pala yang memiliki nilai jual tinggi, teknologi perbanyakan benih secara vegetatif untuk menjamin mutu genetik, serta pelaksanaan pengendalian mutu benih pala mulai dari sisi hulu (pelepasan varietas), madya (produksi bibit), dan hilir (pemasaran) untuk menghindari dari peredaran benih asalan (not certified seed) ditingkat petani.   

Kata kunci : benih pala, mutu benih, Maluku Utara



1. Pendahuluan
Tanaman pala (Myristica fragrans (L) Houtt) merupakan salah satu komoditas perkebunan yang memberikan kontribusi terhadap peningkatan pendapatan petani terutama di wilayah Kepulauan Maluku. Produksi pala Indonesia tahun 2007 menyumbang 13,3% dari produksi pala dunia dan masih dibawah Grenada dan India (Faostat, 2007). Tahun 2006 ekspor pala Indonesia sebesar 16.701 ton dengan total nilai US$ 50,8 juta dan sekitar 25% diekspor ke Vietnam (Kementrian pertanian, 2009).
Sebaran utama tanaman pala di Indonesia berada di Maluku, Maluku Utara, Papua, dan Sulawesi Utara. Wilayah Maluku Utara merupakan sentra produksi dengan luas pengembangan pala terbesar yaitu 32,10% dari total luas areal pala Indonesia, selain itu Maluku Utara juga sebagai  salah satu tempat  asal (centre of origin) tanaman pala dunia (Mejaya dkk, 2008). Di Maluku Utara usahatani pala telah menjadi salah satu mata pencaharian pokok masyarakat. Pada tahun 2008, areal pengembangan pala mencapai  23.977 ha,  produksi 6.805 ton, dengan tingkat produktifitas mencapai 676,04 kg/ha dalam bentuk biji dan fuli. Produktifitas pala diukur dari tanaman yang sudah menghasilkan. Dari luasan areal tersebut, hanya 10.066 ha berisi tanaman yang sudah menghasilkan, sedangkan sisanya tanaman belum menghasilkan (12.740 ha) dan tanaman rusak/tidak menghasilkan (1.171 ha) (BPS, 2009).
Salah satu ciri khas potensi tanaman pala di Maluku Utara adalah tanaman yang ada telah tersedia secara  alami, karena terlihat dari banyaknya pohon tua berumur 100–350 tahun serta ragam jenisnya yang tinggi (Hadad dkk, 2007). Produk tanaman pala yang diperdagangkan oleh petani dalam bentuk biji dan fuli dengan kualitas dan jenis yang tidak seragam. Hal ini disebabkan tercampurnya biji dan fuli dari jenis yang beragam sehingga kualitas pala menjadi rendah. Ditambah lagi adanya serangan hama penggerek batang menyebabkan banyak tanaman yang mati sehingga luas areal yang perlu direhabilitasi makin besar (BPTP Malut, 2006).
Langkah awal yang bisa dilakukan untuk mengembalikan kejayaan pala di Maluku Utara adalah dengan melakukan peremajaan terhadap areal yang berproduksi rendah dan tanaman yang sudah tidak menghasilkan. Dalam upaya peremajaan ini dibutuhkan benih bermutu dari varietas unggul pala dalam jumlah yang banyak mengingat perbanyakan tanamannya masih menggunakan biji. Beberapa kegiatan yang telah dilakukan oleh Pemda dan BPTP Malut adalah eksplorasi, dan pemilihan pohon induk dan Blok Penghasil Tinggi (BPT) pala, usulan pelepasan varietas unggul pala, inisiasi kelompok penangkar benih pala, dan konservasi plasma nutfah di Kebun Percobaan Bacan, Kabupaten Halmahera Selatan.
Upaya pengendalian mutu benih pala sebagai bahan tanaman sangat penting mengingat tanaman ini mulai berbuah sekitar umur 7-8 tahun dan pada umur 10 tahun baru berproduksi secara menguntungkan sehingga kesalahan dalam memilih benih bisa mengakibatkan kerugian waktu dan biaya yang tidak sedikit. Tujuan dari penelitian ini adalah menyusun alur penyediaan benih unggul dan bermutu dalam kerangka sistem perbenihan pala di Maluku Utara serta mengetahui sistem pengendalian mutu benih pala.

2. Metodologi
            Pengkajian ini dilakukan 3 lokasi yaitu di Kelurahan Jaya, Kecamatan Tidore Utara, Kota Tidore Kepulauan; Kelurahan Marikurubu, Kecamatan Ternate Tengah, Kota Ternate, dan Desa Wari&Wasia, Kecamatan Tobelo, Kabupaten Halmahera Utara pada bulan Maret 2008 sampai Desember 2009. Pemilihan lokasi ini berdasarkan pertimbangan bahwa di lokasi tersebut terdapat banyak pohon induk pala, Blok Penghasil Tinggi (BPT) pala, penangkar benih dan calon varietas pala yang dilepas dengan nama Tidore-1, Ternate-1, dan Tobelo-1 berasal dari wilayah ini.
          Data yang dikumpulkan berupa data primer dan sekunder. Data primer dikumpulkan melalui metode survei dengan teknik wawancara terstruktur kepada kelompok penangkar benih pala, pemilik pohon induk pala, dan petugas pengawas benih tanaman perkebunan, Balai Pengawasan Pengujian dan Sertifikasi Benih Tanaman Pertanian (BP2STP) Provinsi Maluku Utara. Sedangkan data sekunder diperoleh melalui laporan BPS Maluku Utara, laporan teknis Dinas Pertanian Provinsi Maluku Utara, maupun laporan pengkajian BPTP Maluku Utara. Metode pelaksanaan pengkajian menggunakan metode survei dengan teknik purposive sampling pada satu kelompok penangkar benih pala di Kelurahan Jaya, Kelurahan Marikurubu, dan Desa Wasia yang sudah terdaftar di Dinas Pertanian Provinsi Maluku Utara. Data yang dikumpulkan meliputi pemilihan benih sumber, teknik produksi benih, teknik pengendalian mutu, dan kebutuhan benih. Untuk menghitung kebutuhan benih pala di Maluku Utara digunakan pendekatan sebagai berikut:
a.    Kebutuhan benih potensial = luas lahan tanaman rusak (TR) x kebutuhan benih pala/ha
b.    Kebutuhan benih prospektif = (luas lahan ekstensifikasi program pemerintah+luas lahan tanaman rusak) x kebutuhan benih pala/ha 
          Sedangkan survei ke petugas pengawas benih dilakukan untuk mengumpulkan data berupa pelaksanaan pengawasan dan pengendalian mutu benih pala di Maluku Utara. Pengumpulan data sekunder dilakukan untuk mengetahui status tanaman pala di Maluku Utara, sistem perbenihan pala, dan sistem pengendalian mutu pala.
3. Hasil dan Pembahasan
3.1. Karakteristik penangkar benih pala di Maluku Utara
            Penangkar benih pala di Maluku Utara secara umum juga merupakan petani pala dan sekaligus pemilik pohon induk pala. Pohon induk pala dipilih setelah dilakukan eksplorasi tanaman pala yang memiliki keunggulan spesifik seperti produktivitas biji ≥ 10 kg/pohon/tahun dan umur tanamannya relatif tua ( 15 tahun) serta bebas hama dan penyakit. Penangkar benih pala yang disurvey merupakan penangkar yang sudah terdaftar di Balai Pengawasan, Pengujian, dan Sertifikasi Tanaman Pertanian (BP2STP) Provinsi Maluku Utara. Lokasi usaha penangkaran benih dilakukan di lahan pekarangan yang relatif kosong dan dibuat para-para menggunakan atap dari daun rumbia. Benih yang diperjualbelikan dalam bentuk anakan dengan umur 12 bulan, tinggi bibit kurang lebih 40 cm dan jumlah daun (> 5 lembar).
          Penangkar benih di Kota Ternate yang terdaftar hanya 1 orang sekaligus pemilik pohon induk yang berjumlah 125 pohon dan kapasitas usahanya bibitnya 20.000 anakan/tahun. Sedangkan di Kota Tidore Kepulauan terdapat 2 penangkar dengan total kapasitas produksi bibitnya adalah 13.000  anakan/tahun. Sedangkan di Halmahera Utara terdapat 3 penangkar dengan kapasitas produksi total adalah 35.000 anakan/tahun. Kondisi agroekologi dimasing-masing lokasi adalah lahan kering dataran rendah iklim basah. Tingkat pendidikan penangkar secara umum berkisar dari SD sampai dengan SMA dengan umur berkisar 40-55 tahun (tabel 1).
tabel 1Karakteristik penangkar benih pala di Maluku Utara
No
Kabupaten/Kota, Desa
Nama Pemilik
Umur (thn)
Pendidikan
Agroekologi
Jumlah Pohon
Produksi Benih (Anakan)
1
Kota Ternate, Marikurubu
Hamadal Minggu
55
SD
Lahan kering1
125
20.000
2
Kota Tidore Kepulauan, Jaya
Ali Muhammad
52
SMP
Lahan kering 2
26
8.000
3
Kota Tidore Kepulauan, Jaya
Senen Karim
54
SMP
Lahan kering 2
35
5.000
4
Halmahera Utara, Wasia
Fery Kusuma
45
SMA
Lahan kering 3
75
30.000
5
Halmahera Utara, Pitu
Bernard Paleba
40
SMA
Lahan kering B3
60
2.000
6
Halmahera Utara, Wari
Gorge Bela
43
SMA
Lahan kering 3
50
3.000
Keterangan: 1) lokasi 200 m dpl, jenis tanah aluvial, dan curah hujan 2.750 mm/thn
2) lokasi 450 mdpl, jenis tahan aluvial, dan curah hujan 2000 mm/thn
3) lokasi 50 m dpl, jenis tanah aluvial, dan curah hujan 3.140 mm/thn

         
          Usaha pembibitan pala ini cukup prospektif jika pasarnya jelas, artinya pola kemitraan harus dilakukan untuk menjadikan usaha ini bisa berkelanjutan. Produksi benih dalam bentuk anakan sebanyak 5000 bibit menghasilkan nilai B/C sebesar 2,9 artinya keuntungan yang diperoleh 2,9 kali dari biaya yang dikeluarkan. Biaya yang dikeluarkan adalah pembelian benih dimana harga benih per bijinya adalah Rp. 300,-  meskipun pada kenyataannya benih ini tidak dibeli tetapi diambil dari kebunnya sendiri. Harga benih ditetapkan untuk mengganti jika biji pala tersebut tidak dijadikan benih maka akan dijual berdasarkan harga pasar (BPTP Malut, 2009). 
          Pembinaan penangkar benih pala perlu dilakukan untuk menjamin mutu genetik, mutu fisiologis, dan mutu kesehatan benih tanaman yang dihasilkan. Pola pembinaan yang dibutuhkan oleh penangkar adalah penyuluhan informasi teknologi benih terbaru , pengendalian mutu benih, dan pasar. 

3.2.  Proyeksi kebutuhan benih pala di Maluku Utara
           Perencanaan produksi dilakukan dengan tujuan agar benih yang diproduksi bisa terserap oleh pasar. Penghitungan kebutuhan aktual benih pala dilakukan melalui pendekatan kebutuhan benih potensial dan prospektif yang dihitung melalui data program rehabilitasi dan ekstensifikasi yang akan dilakukan oleh petani maupun Subdin Perkebunan Propinsi Maluku Utara.         Berdasarkan data Dinas Pertanian tahun 2009 dan hasil proyeksi luas ekstensifikasi sampai dengan tahun 2014 (Mejaya dkk, 2008), diperoleh informasi calon areal peremajan sebesar  1171 ha dan luas areal pengembangan ekstensifikasi sampai dengan 2014 sebesar 5200 ha. Jika kebutuhan benih (anakan) untuk luas lahan 1 ha sebanyak 100 tanaman maka kebutuhan benih potensial adalah 117.100 anakan dan kebutuhan benih prospektif sampai dengan tahun 2014 adalah 637.100 anakan (tabel 2).
          Berdasarkan kapasitas produksi penangkar yang ada saat ini adalah 63.000 anakan per tahun maka terjadi kekurangan kebutuhan benih potensial sebesar 54.100 anakan. Dengan asumsi tidak ada penambahan kapasitas produksi maka untuk memenuhi kebutuhan benih potensial untuk program peremajaan dibutuhkan waktu 2 tahun dan untuk kebutuhan benih prospektif akan terpebuhi dalam waktu 10 tahun. Hal ini tentu saja tidak akan mampu memenuhi target pemerintah daerah untuk pengembangan pala sampai tahun 2014.
          Strategi untuk memenuhi kebutuhan benih tersebut adalah penumbuhan penangkar-penangkar benih baru di wilayah pengembangan pala di Halmahera Selatan, Halmahera Tengah, Halmahera Timur, Halmahera Barat, dan Kepulauan Sula. Sedangkan untuk Kota Tenrate, Tidore, dan Halmahera Utara sudah cukup dengan penangkar yang ada. Keuntungan penangkar baru yang dimasing-masing wilayah pengembangan adalah memudahkan transportasi benih. Sedangkan kelemahannya adalah membutuhkan eksplorasi pohon induk pala baru.
Tabel 2.  Proyeksi kebutuhan benih pala di Maluku Utara sampai tahun 2014
No.
Kabupaten
Tanaman rusak/tidak menghasilkan (ha)
Program ekstensifikasi pemerintah (ha)
Kebutuhan benih potensial (anakan)
Kebutuhan benih prospektif
(anakan)
1
Kota Ternate
202
200
20200
40200
2
Kota Tidore
0
600
0
60000
3
Halmahera Utara
148
700
14800
84800
4
Halmahera Tengah
407
800
40700
120700
5
Halmahera Timur
2
800
200
80200
6
Halmahera Selatan
245
800
24500
104500
7
Halmahera Barat
167
700
16700
86700
8
Kepulauan Sula
0
600
0
60000

Jumlah
1171
5200
117.100
637.100
sumber: Mejaya dkk, 2008 dan Dinas Pertanian Prov. Malut, 2009 (diolah)

3.3.  Penyediaan Benih Pala di Maluku Utara
          Alur produksi/penyediaan benih tanaman pala berbeda dengan benih tanaman pangan maupun sayuran. Kegiatan awal dimulai dengan penyediaan varietas unggul dan pelepasan varietas. Upaya pelepasan varietas pala dari Maluku Utara sudah dilakukan mulai tahun 2006 melalui kegiatan eksplorasi pohon induk dan blok penghasil tinggi serta uji observasi selama 3 tahun panen sebanyak 3 unit, hal ini mengacu pada UU No. 29 tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman. Pendekatan pemuliaan yang dilakukan adalah dengan seleksi terhadap tegakan pohon yang ada, mengingat proses hibridisasi memerlukan waktu yang lama dan biaya yang besar serta hasilnya belum tentu memiliki sifat unggul. Kemudian baru pada tahun 2009 diusulkan untuk didaftarkan serta dilepas menjadi varietas pala Tidore-1, Ternate-1, dan Tobelo-1 melalui Surat Keputusan Mentan no. 4061/Kpts/SR.120/12/2009. Keunggulan pala Tidore 1 adalah biji besar, agak bulat, dengan kandungan myristicin sedang. Sedangkan Ternate-1 memiliki keunggulan bijinya besar. lonjong dan kandungan myristicin tinggi, pala Tobelo-1 mempunyai keunggulan bijinya besar dan kandungan myristicinnya sedang.
          Tahapan proses perbenihan pala selanjutnya adalah produksi/penyediaan benih varietas yang sudah dilepas. Sumber benih yang digunakan berasal dari pohon induk dan blok penghasil tinggi (BPT). Tetapi Kelemahan umum dalam BPT,  belum murni dan masih ada campuran dari pohon yang kurang baik. Untuk dilakukan seleksi negatif tidak mungkin karena pemilik tidak akan menyetujuinya. Hal ini disiasati dengan pengamatan yang lebih mendalam dari setiap pohon selama 3-4 tahun berturut-turut, serta ketahanannya terhadap hama penyakit.
          Saat ini produsen benih pala yang ada adalah petani, belum ada perusahaan swasta yang ikut menggeluti bisnis ini. Produksi benih pala secara umum adalah melalui perbanyakan generatif (biji) yang dibiakkan sampai menjadi bibit (nursery plant) yang berumur sekitar 8-10 bulan. Sebagaimana diketahui bersama bahwa perbanyakan tanaman dengan biji secara genetik tidak 100% sama dengan induknya. Sehingga kemungkinan untuk menjadi tanaman jantan, betina, atau hermaprodit bisa jadi sama. Menurut Hadad dkk (2006), tanaman pala merupakan tanaman berumah dua (dioecious) dimana bunga jantan dan bunga betina terdapat pada individu/pohon yang berbeda. Sehingga untuk menentukan populasi tanaman dengan perbandingan jenis kelamin jantan dan betina optimum pada pertanaman pala harus menunggu sampai tanaman berbunga (lebih kurang 5 tahun).  Deynum (1949) mengemukakan bahwa dari 100 biji atau pohon pala rata-rata terdapat 55 pohon betina, 40 pohon jantan dan 5 pohon yang hermaprodit.  
          Perbanyakan pala secara generatif (biji) harus harus berasal dari pohon induk terpilih, masak fisiologis dengan warna coklat muda dan tertutup penuh dengan seludang fuli yang berwarna merah, dan biji yang kering berwarna coklat tua sampai hitam mengkilap dengan bobot minimal 50 gram/biji, serta tidak terserang hama dan penyakit  (Hadad dkk, 2006). Benih pala termasuk benih rekalsitran yang cepat menurun daya kecambahnya dan tidak dapat disimpan lama pada suhu dan kelembaban yang rendah sehingga perlu dilakukan upaya pengecambahan benih agar siap ditanam (Hasanah, 2002).
          Kelemahan pada perbanyakan secara generatif, perlu segera diatasi dengan merubah pola perbanyakan secara vegetatif (klonal). Secara genetik, turunan dari perbanyakan klonal akan menghasilkan sifat yang sesuai dengan induknya sehingga mutu benih yang diperdagangkan benar-benar terjamin. Perbanyakan vegetatif yang bisa dilakukan diantaranya melalui okulasi, stek, penyusuan, grafting, pencangkokan atau teknik kultur jaringan. Tetapi saat ini hasil perbanyakan secara vegetatif belum banyak yang ber­hasil diterapkan petani pala di Maluku Utara, karena persentase keberhasilannya masih tergo­long rendah dan masih diperlukan pengujian daya adaptasinya di lapang. Hadad dan Syakir (1992), perbanyakan secara vegetatif cukup berhasil baik dilakukan di Grenada dengan menggunakan sistem cangkokan. Bahan tanaman dipilih dari cabang berdiameter ± 1.5 cm. pada titik ± 90 cm dari pucuk. Cabang di sayat dari bawah ke atas sepanjang 5 cm, luka akibat pemotongan ditutup. Cangkokan rnulai berakar pada umur 4-18 bulan. Kemudian dipotong dan dimasukkan ke dalam polybag setelah bungkusan plastiknya dibuang. Penelitian dan pengkajian terhadap teknik perbanyakan vegetatif lainnya perlu terus dilakukan, karena cara ini merupakan salah satu alternatif pembudidayaan yang memberikan harapan produktivitas dan kualitas terbaik di lapang.
3.4. Implementasi Pengendalian mutu benih pala
          Pengendalian mutu dalam sistem perbenihan bertujuan untuk menjamin benih yang beredar di masyarakat memiliki mutu genetik, fisiologis, fisik, dan kesehatan benih sesuai dengan standar minimal yang telah ditetapkan. Penerapan pengendalian mutu benih pala, salah satunya dilakukan melalui kegiatan pengawasan. Ada 3 kegiatan pengawasan yang diterapkan yaitu pengawasan hulu, madya, dan hilir.
          Pengawasan hulu utamanya ditujukan untuk melihat peredaran benih yang ada sudah melalui jalur yang benar atau belum. Sesuai dengan UU No. 12 tahun 1992 pasal 8-16 menyatakan bahwa varietas hasil pemuliaan / introduksi sebelum diedarkan terlebih dahulu harus dilepas pemerintah. Indikator yang digunakan adalah mengacu pada uji BUSS (baru, unik, seragam, dan stabil). Pada tingkat implementasinya, semua aturan tersebut sudah dilakukan oleh masing-masing stakeholder baik produsen, pemerintah, maupun institusi litbang (BPTP). Karena pemilihan benih yang salah akan menghasilkan bibit yang nantinya akan merugikan konsumen.

Pelepasan varietas pala

Produksi benih pala
Distribusi dan pemasaran benih pala
Uji BUSS
SNI benih pala
peraturan perbenihan
Pengawasan hulu
Pengawasan madya
Pengawasan hilir
Petani pala
 


         







Gambar 1. Diagram sistem pengendalian mutu benih pala di Maluku Utara

         
          Pengawasan madya dilakukan pada komponen produksi benih yang dilakukan oleh penangkar. Dalam melakukan produksi benih, peranan pohon induk pala menjadi sangat signifikan dalam menjamin mutu genetik dari benih yang dihasilkan. Beberapa syarat pohon induk pala yang dipilih adalah berasal dari populasi BPT, varietas yang sudah dilepas/terdaftar yang memiliki sifat unggul, bentuk mahkotanya piramid/silindris, umur tanamannya diatas 15 tahun serta bebas hama dan penyakit. Sedangkan pengamatan lapangan dilakukan oleh pengawas benih tanaman (PBT) perkebunan terhadap beberapa indikator seperti kemurnian varietas dilakukan dengan mengambil sampel terhadap 10% tanaman contoh, morfologi tanaman, serta pengamatan terhadap hama dan penyakit. Pengujian terhadap mutu benih (biji) yang akan ditanam seperti daya berkecambah dan kemurnian masih belum dilakukan.
          Pengawasan hilir dilakukan untuk menjamin benih yang beredar di masyarakat memiliki mutu yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pengawasan dilakukan terhadap sertifikat dan label benih. Label yang tercantum dalam bibit pala hanya mencamtumkan nomor sertifikat, asal BPT, varietas, dan produsen benih. Label dalam bentuk bibit memiliki ciri sendiri yang berbeda label dalam bentuk benih. Pemberian label ini berkaitan dengan adanya pengawasan di daerah tujuan benih.
          Prosedur tersebut merupakan prosedur baku dan sudah ditetapkan dalam aturan yang berlaku. Permasalahan saat ini adalah pengawasan yang dilakukan masih belum sampai pada penindakan hukum dan masih terkesan bisa diseleseikan secara informal. Terkadang proses pelanggaran terhadap aturan hanya akan dilakukan tindakan jika tingkat dampaknya cukup besar dan merugikan banyak pihak. Ditambah lagi lokasi institusi pengawasan cukup jauh dari areal pengembangan. Untuk menuju lokasi pembibitan harus ditempuh dengan menggunakan kapal laut dalam waktu 28 jam. Kemudian dampak adanya benih pala yang tidak bermutu baru akan terlihat sekitar 8 tahun kemudian sehingga tindakan komplain mungkin juga akan menemui kebuntuan. Oleh karena itu alangkah baiknya jika proses yang dirancang dilakukan dengan sebaik-baiknya. Antar stakeholder memainkan peran sesuai dengan fungsinya masing-masing.



KUHAP pasal 106


Jika diduga ada pelanggaran (KUHAP pasal 108)

Pasal 15&16
(UU No. 12/1992)

Pemeriksaan varietas, lapangan&pengujian laboratorium
(UU No.12/1992, PP No. 44/1995, SK Mentan No. 803/1997)

Benih diedarkan di masyarakat

Ditindak oleh PPNS Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBP2TP)

laporan masuk ke Kepolisian (pasal 60&61 UU No..12/1992)

 























Gambar 2. Alur pengawasan benih tanaman perkebunan
         

          Kebijakan pemerintah daerah yang secara tegas menempatkan pala sebagai komoditi yang diprioritaskan dalam pembangunan pertanian di Maluku Utara dengan sasaran pala menjadi komoditas andalan yang dapat meningkatkan kesejahteraan petani perlu mendapat dukungan dari semua stakeholder pertanian. Dari sisi hulu, maka peran perbenihan pala sangat signifikan untuk mendukung peningkatan produksi dan kualitas hasil. Pengembangan perbenihan pala tidak akan berhasil tanpa dukungan dari lembaga penelitian dan penyuluhan, asosiasi perbenihan, dan perbankan. Lembaga penelitian seperti Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Industri (Balittri) diharapkan dapat segera menemukan teknologi perbanyakan secara vegetatif yang memiliki potensi keberhasilan yang tinggi serta mudah diterapkan di lapang. Sedangkan BPTP Malut diharapkan dapat berperan aktif dalam pemilihan sumber benih, asistensi teknologi produksi benih, dan penguatan kelembagaan dan jejaring pemasaran. Peran asosiasi petani dan perbenihan seperti Masyarakat Perbenihan dan Pembibitan Indonesia (MPPI) dibutuhkan untuk pengendalian mutu internal, pelatihan, dan advokasi petani kepada pemerintah daerah. Sedangkan peran lembaga keuangan/perbankan menurut Bustaman (2007), dibutuhkan untuk membantu memberikan kredit lunak kepada petani untuk kegiatan peremajaan maupun ekstensifikasi sehingga pemeliharaan tanaman masih terus dapat dilakukan.

4. Kesimpulan
          Sistem perbenihan pala di Maluku Utara saat ini masih dalam tahap inisiasi menuju transformasi ke arah industri perbenihan. Subsistem hulu sudah berjalan dengan dilepasnya 3 varietas pala: Ternate 1, Tobelo1, dan Tidore 1. Sedangkan subsistem produksi masih belum berkembang dengan baik mengingat teknologi yang tersedia adalah perbanyakan tanaman secara generatif (dalam bentuk biji). Kapsitas produksi benih saat ini adalah 63.000 anakan/tahun, sedangkan kebutuhan potensial mencapai 117.110 anakan dan kebutuhan benih prospektif sampai tahun 2014 mencapai 637.100 anakan.
Penyediaan benih pala eksisting terdiri dari 3 komponen yaitu penetapan sumber benih melalui blok penghasil tinggi (BPT), produksi bibit, dan sertifikasi bibit. Subsistem sertifikasi dan pengawasan juga belum berjalan optimal mengingat lokasi instansi yang berwenang cukup jauh dari lokasi areal pengembangan pala. Implementasi pengendalian mutu melalui pengawasan berjenjang belum banyak dilakukan. Pengawasan hulu hanya dilakukan saat pelepasan varietas kemudian evaluasi sampai sekarang belum pernah dilakukan. Hal yang sama juga terjadi pada pengawasan madya juga jarang dilakukan, pohon induk yang sudah disertifikasi tidak pernah dievaluasi. Sedangkan pengawasan hilir tidak pernah dilakukan mengingat bibit yang disebarkan masih dalam lingkup Provinsi Maluku Utara.

DAFTAR PUSTAKA

BPS. 2009. Maluku Utara Dalam Angka. Biro Pusat Statistik. Ternate
BPTP Maluku Utara. 2009. Pelaksanaan program Prima Tani tahun 2008. Laporan Pengkajian. BPTP Maluku Utara. Sofifi
Bustaman, S. 2007. Prospek dan strategi pengembangan pala di Maluku. Perspektif  6 (2):   68-74
FAOSTAT. 2007. Top Production Nutmeg and Mace. www.faostat.com (6 maret 2010)
Hadad, M.E.A. dan M. Syakir. 1992.  Pengadaan bahan tanaman pala.  Perkembangan Penelitian Tanaman Pala dan Kayumanis.  Edisi khusus penelitian tanaman rempah dan obat Balittro  8 (1): 1-7
Hadad, M.E.A., M. Assagaf, M. Mejaya, G. Westplat, C. Sugihono. 2007. Pembentukan Blok Penghasil Tinggi Pohon Pala di Maluku Utara. Di dalam: Mengembalikan Kejayaan Rempah Maluku Utara. Prosiding, Ternate 13-14 November 2007. Ternate: Badan Litbang Daerah Malut, Univ. Khairun, dan BPTP Maluku Utara
Hadad, M.E.A., H. Syahbudin, G. Westplat, R. Umanailo, C. Sugihono. 2009. Dokumen usulan pelepasan varietas pala Ternate1, Tidore 1, dan Tobelo 1. Pemda Maluku Utara. Ternate
Hasanah, M. 2002. Peran Mutu Fisiologik Benih dan Pengembangan Industri Benih Tanaman Industri. Jurnal Litbang Pertanian 21(3):84-91
Kementrian Pertanian. 1992. Undang-Undang Nomor 12 tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman. Jakarta: Kementan
Kementrian Pertanian. 1995. Peraturan Pemerintah Nomor 44 tahun 1995 tentang Perbenihan Tanaman. Jakarta: Kementan
Kementrian Pertanian. 2000. Undang-Undang Nomor 29 tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman. Jakarta: Kementan
Kementrian Pertanian. 2006. Peraturan Menteri Pertanian No. 37/ Permentan/OT.140/8/2006 tentang Pengujian, Penilaian, Pelepasan dan Penarikan Varietas. Jakarta: Kementan
Kementrian Pertanian. 2008. Peraturan Menteri Pertanian No. 10/Permentan/OT.140/2/2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Ambon. Jakarta: Kementan
Kementrian Pertanian. 2009. Statistik Pertanian. www.deptan.go.id (6 maret 2010)
Mejaya, M. M. Assagaf. M. Syukur. C. Sugihono, M. Hadad. 2008. Prospek dan Arah Pengembangan Tanaman Pala di Maluku Utara. BPTP Maluku Utara. Sofifi (Belum dipublikasikan)
*) Diterbitkan di Prosiding Seminar Nasional Teknologi Spesifik Lokasi 2010 di Bogor