home

Rabu, 01 Februari 2012

Waspada Terhadap Bentuk Berhala Masa Kini...

Judul tersebut saya pilih karena terinspirasi saat melihat titian qalbu di salah satu stasiun TV yang membahas tentang syirik. Topik ini cukup menarik dikaji agar kita bisa mewaspadai hal-hal yang bisa mengarahkan kita kepada dosa syirik sebagai dosa besar yang tidak akan diampuni oleh Tuhan.
Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar (QS 4:48).
Sebelum kita kaji lebih jauh, ada baiknya perlu dibedakan antara musyrik dan syirik. Ada yang menyatakan kalau syirik itu perbuatannya sedangkan orangnya bernama musyrik. Begitu halnya dengan munafik adalah orangnya sedangkan perbuatannya adalah nifaq, atau kafir adalah orangnya sedangkan perbuatannya adalah kufur.  Secara terminologi yang saya cari dari beberapa sumber, ciri utama syirik ada 2 yaitu menganggap Tuhan mempunyai mempunyai sekutu dan menganggap Tuhan mempunyai andad/saingan. Kedua ciri tersebutlah yang bisa berwujud dalam segala bentuk manifestasinya. Memang saat kita kecil dahulu, yang diajarkan oleh guru-guru ngaji tentang ilmu tauhid adalah jangan menyembah berhala. Begitu juga hingga saat ini ketika kita mendengar kata syirik (kemusyrikan) maka yang terbayang adalah penyembahan berhala, seperti dilakukan para penganut agama jaman dahulu seperti yang diceritakan dalam Qur’an.
Dan Kami seberangkan Bani Israil ke seberang lautan itu, maka setelah mereka sampai kepada suatu kaum yang tetap menyembah berhala mereka, Bani lsrail berkata: "Hai Musa. buatlah untuk kami sebuah tuhan (berhala) sebagaimana mereka mempunyai beberapa tuhan (berhala)". Musa menjawab: "Sesungguh-nya kamu ini adalah kaum yang tidak mengetahui (sifat-sifat Tuhan) (QS 7:138)
(Ingatlah), ketika Ibrahim berkata kepada bapaknya dan kaumnya: "Patung-patung apakah ini yang kamu tekun beribadat kepadanya?" (QS 21:52)
Selain berhala, Qur’an juga mengemukakan tentang penyembahan terhadap benda-benda lainnya seperti matahari, bulan, bintang, mahkluk halus, atau bahkan nabi yang dipertuhankan.
Janganlah sembah matahari maupun bulan, tapi sembahlah Allah Yang menciptakannya (QS.  41:37)
Yang mereka sembah selain Allah itu, tidak lain hanyalah berhala, dan Mereka tidak lain hanyalah menyembah syaitan yang durhaka, (QS. 4:117)
Dan (ingatlah) ketika Allah berfirman: "Hai Isa putera Maryam, adakah kamu mengatakan kepada manusia: "Jadikanlah aku dan ibuku dua orang tuhan selain Allah?". Isa menjawab: "Maha Suci Engkau, tidaklah patut bagiku mengatakan apa yang bukan hakku (mengatakannya). QS  5:116
Berdasarkan hal tersebut, tampaknya untuk menghindari dan menjauhi model penyembahan seperti ayat diatas agaknya lebih mudah karena masalahnya sangat jelas dan termasuk kategori berhala mudah diidentifikasi. Meskipun demikian terkadang penyembahan model ini juga masih banyak terjadi seperti di wilayah perdesaan melalui sesajian punden desa, atau di pesisir selatan pulau jawa melalui acara adat nglarung dsb dengan berdalih melestarikan budaya. Padahal kita diperintahkan untuk tidak mengikuti sesuatu yang kita tidak punya ilmu tentangnya.
Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah," mereka menjawab: "(Tidak), kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati pada nenek moyang kami (melakukannya)". Padahal, nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apapun, dan tidak mendapat petunjuk.... (QS 2:170)
Masalah yang menyangkut tentang syirik ternyata tidak berhenti sampai disitu. Karena ternyata Qur’an masih mengemukakan model/bentuk lain berhala yang lebih halus sifatnya. Model yang seperti ini dikategorikan dalam syirik karena ada unsur mengadakan saingan terhadap Tuhan seperti dalam bentuk kecintaan terhadap sesuatu selain Allah.
Diantara manusia ada orang yang menyembah menyembah Tuhan selain Allah sebagai tandingan, yang mereka cintai seperti mencintai Allah...(QS 2:165)
Model ini lah yang paling berbahaya dalam merusak keimanan kita, karena sifatnya yang samar dan tidak kelihatan dan bahkan kita tidak merasakannya. Oleh karenanya saya menyebutnya berhala masa kini, karena yang berhala masa dulu relatif sudah banyak ditinggalkan. Kategori berhala model seperti ini cukup banyak, seperti ketaqlidan buta terhadap ulama, fanatisme golongan/aliran secara berlebihan, kecintaan kepada keluarga, jabatan, pekerjaan, kekayaan dll dan yang terakhir yang paling sulit dihindari adalah menjadikan hawa nafsu sebagai sesembahan kita.
Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah dan (juga mereka mempertuhankan) Al Masih putera Maryam, padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan yang Esa, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia....(QS 9:31)
...Janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah, yaitu orang-orang yang memecah-belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka (QS 31-32)
Katakanlah: "jika bapak-bapakmu, anak-anakmu, saudara-saudaramu, isteri-isterimu, keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan RasulNYA serta berjihad di jalanNYA, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan NYA...(QS 9:24)
Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa (nafsunya) sebagai tuhannya. Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya (QS 25:43)
Mengenai hawa nafsu sendiri, beberapa ulama menyatakan terdiri dari hawaa yang sifatnya non material seperti eksistensi, harga diri dan persoalan-persoalan yang lebih abstrak. Hawa akan mendorong seseorang untuk berbuat riya’ karena mereka masih memikirkan eksistensi dan harga dirinya dimata orang lain. Sikap selalu ingin di puji, dihormati, maupun diutamakan memang terkesan manusiawi tetapi juga perlu diwaspadai agar kita tidak terjebak dalam riya’. Sedangkan hawa nafsu yang kedua berupa syahawati yaitu kecenderungan manusia kepada aspek yang bersifat material.
Dijadikan terasa indah dalam pandangan manusia kecintaan terhadap apa-apa yang diinginkan (syahawati), berupa:  wanita-wanita, anak-anak, harta benda yang banyak dalam bentuk emas dan perak, kuda pilihan, hewan ternak  dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (QS 3:14)
Maka celakalah bagi orang-orang yang shalat, yaitu orang yang lalai dari shalatnya, orang yang berbuat riya’, dan enggan menolong dengan barang yang berguna (QS 107:4-7)
Sesungguhnya riya adalah syirik yang kecil. (HR. Ahmad dan Al Hakim)
Orang yang riya berciri tiga, yakni apabila di hadapan orang dia giat tapi bila sendirian dia malas, dan selalu ingin mendapat pujian dalam segala urusan. Sedangkan orang munafik ada tiga tanda yakni apabila berbicara bohong, bila berjanji tidak ditepati, dan bila diamanati dia berkhianat. (HR. Ibnu Babawih).
Bentuk syirik yang lainnya juga dikemukakan oleh Nabi Muhammad berupa mengadakan tandingan Allah dalam usaha menolong dirinya. Artinya sedikit saja terbersit dalam hati adanya penolong dirinya selain Allah sudah dikategorikan mengadakan tandingan Allah.
Sesungguhnya pengobatan dengan mantra-mantra, kalung-gelang penangkal sihir dan guna-guna adalah syirik. (HR. Ibnu Majah)
Ramalan mujur-sial adalah syirik. (Beliau mengulanginya tiga kali) dan tiap orang pasti terlintas dalam hatinya perasaan demikian, tetapi Allah menghilangkan perasaan itu dengan bertawakal. (HR. Bukhari dan Muslim)
Begitulah berbagai bentuk manifestasi dari syirik, sebagaimana yang telah dikemukakan dalam al-Qur'an dan Sunnah sebagai pedoman hidup kita. Hal ini menunjukkan bahwa ternyata masalah syirik bukanlah sesuatu yang sederhana seperti yang kita bayangkan. Oleh karena itu usaha kita menjadi orang yang benar-benar bertauhid bukanlah masalah yang mudah karena butuh mujahadah/perjuangan yang istiqomah. Godaan terhadap diri kita tidak hanya datang dari setan tetapi juga dari hawa nafsu kita sendiri. Hanya kepada Allah lah tempat kita berlindung dan memohon pertolongan.

Wallahu alam bish showab