home

Jumat, 20 Januari 2012

Exam Management...

Mendengar kata exam (ujian) maka dalam benak kita akan terlintas sesuatu yang tidak kita sukai. Sejak dulu kita selalu mengalami yang namanya ujian. Sejak dibangku sekolah SD sampai dengan Perguruan tinggi tak pernah lepas dari ujian. Begitu juga ketika hendak masuk dunia kerja pun bagi karywan atau pegawai pemerintah juga di uji terlebih dahulu sebelum diperbolehkan bekerja. Itulah ujian didunia yang mungkin terkadang bisa diatur dan dimanipulasi. Bagaimana dengan ujian kehidupan??
Tuhan secara tegas sudah menyatakan bahwa manusia akan diuji untuk membuktikan kualitas diri sehingga layak disebut sebagai hamba yang beriman dan bertaqwa dengan jaminan surga diakhirat kelak. Kemudian pertanyaannya bagaimana kita bisa tahu apakah Tuhan sedang menguji kita ataukah menghukum kita, karena ujian Tuhan tidak terbatas ruang dan waktu seperti halnya ujian keduniawian yang sudah ditetapkan jadwalnya sehingga kita bisa bersiap menghadapinya.
Ada beberapa pendekatan untuk mengetahuinya, salah satunya dengan mengetahui ciri-ciri orang bertaqwa yang nanti dijamin sebagai ahli surga. Dengan mengetahui ciri-ciri tersebut maka kita akan bisa mengidentifikasi apakah kita sudah termasuk golongan tersebut atau belum.
Pada saat hari kiamat kelak, Tuhan menegaskan bahwa manusia akan dikelompokkan menjadi 3 golongan yaitu golongan kanan, golongan kiri, dan golongan orang yang beriman terlebih dahulu. Pada intinya golongan kanan dan golongan sabiquun (orang yang beriman dahulu) itulah yang dinamakan golongan beriman&bertaqwa yang akan mendapat jaminan kesenangan dihari kemudian.
Banyak sekali ciri-cirinya diantaranya adalah berupa kesalehan pribadi seperti orang yang khusyu’ dalam shalatnya, dan memelihara sholatnya, yang menjauhkan diri dari perbuatan&perkataan yang tiada berguna, menjaga kemaluannya, orang yang amanah, yang mempercayai hari pembalasan, yang takut terhadap adzab Tuhan, yang berpegang teguh terhadap kesaksian (kalimat tauhid), yang sedikit sekali tidur diwaktu malam, dan diakhir malam banyak memohon ampunan, yang memenuhi nadzar, yang sadar terhadap kebesaran Tuhan, yang mampu menahan diri dari keinginan hawa nafsu, orang yang berbakti, membenarkan adanya surga, sanggup menahan amarah, segera bertaubat ketika berbuat dosa, orang yang berpuasa maupun orang kaya yang mampu menunaikan ibadah haji.
Selain ciri tersebut, juga disebutkan orang yang memiliki kesalehan sosial seperti yang menunaikan zakat, orang yang dalam hartanya disisihkan untuk orang miskin yang meminta&tidak meminta,  orang yang berbuat baik, suka memberi makanan yang disukainya kepada orang miskin, yatim, dan orang yang ditawan, yang sanggup melepaskan perbudakan, memberi makan orang yang kelaparan, memberi anak yatim yang ada hubungan kerabat, memberi orang miskin yang sangat fakir, saling berwasiat untuk sabar dan berkasih sayang, orang yang berinfak baik disaat lapang maupun sempit maupun memaafkan kesalahan orang.
Dengan mengetahui ciri tersebut, maka tentu saja Tuhan akan menguji setiap hambanya untuk menuju dan menegaskan bahwa dirinya termasuk golongan orang-orang yang diridloiNYA. Bagaimana mungkin orang dikatakan khusyu’ jika belum diuji dengan berbagai urusan dunia yang bisa melalaikannya, atau bagaimana bisa disebut orang yang amanah jika tidak diuji dengan jabatan maupun pemberian lainnya, atau juga disebut orang yang sedikit tidur dimalam hari jika tidak diuji siang harinya banyak disibukkan dengan pekerjaan sehingga malamnya kelelahan, atau bisa disebut dermawan jika tidak diuji dengan kekayaan, atau gimana disebut pemaaf jika tidak diuji dengan perkara yang menjengkelkan hatinya dan masih banyak lagi ujian-ujian yang disesuaikan dengan target pencapaian kualitas diri seseorang.
Ujian itu pasti akan datang sebagaimana janji Tuhan yang akan menguji kita dengan harta dan diri. Diantara ujian tersebut, yang sangat sulit terlewati kebanyakan adalah ujian kesenangan karena sifatnya lebih banyak melalaikan. Betapa banyak orang yang gugur dalam ujian diberi jabatan tapi tidak amanah, banyak wanita cantik yang mengelilinginya kemudian tidak mampu menjaga kemaluannya/bertindak zina, diberi kekayaan tapi kikir dsb. Sedangkan ujian yang berupa musibah yang menyedihkan hati, kebanyakan dari kita bisa jadi lulus jika sabar dan mengingat Tuhan tetapi juga tidak lulus jika terlalu banyak berkeluh kesah dan dengki bahkan berburuk sangka kepada Tuhan.
Selain memberi ujian, sebenarnya Tuhan sudah memberikan kunci jawaban kepada kita berupa sikap kepasrahan jiwa secara total dan tawakkal. Oleh karenanya Tuhan mengharapkan agar kita tidak terlalu gembira dengan datangnya nikmat dan tidak terlalu sedih dengan datangnya musibah atau sesuatu yang luput dari kita. Kesadaran berkeTuhanan menjadi kata kunci dalam setiap aktivitas hidup kita, sehingga semua persoalan dan berjalannya waktu ini akan selalu kita orientasikan kepadaNYA dan mendapat ridloNYA. Karena kemuliaan bukan didatangkan dari sesama manusia tetapi kemuliaan sesungguhnya datang dari Tuhan.   

Wallahualam bi showab

Minggu, 15 Januari 2012

Penggunaan Teori "Kesejajaran Sadjad" dalam Bisnis Perbenihan

Pada prinsipnya teori kesejajaran Sadjad merupakan hubungan antara budaya tani dengan budaya benih. Teori ini memberikan gambaran bahwa benih sebagai aspek komersial perlu dikaitkan dengan budaya tani yang ada. Dalam matrix teori kesejajaran menggambarkan budaya tani dijabarkan mulai dari tingkat I dengan ciri-ciri yang masih primitif/berkelana. Kemudian tingkat II yang berupa budaya tani non agronomi dengan teknologi yang sederhana, tingkat II berupa agronomi dengan teknologi minimal/madya, tingkat IV berupa agronomi dengan teknologi plus / modern dan tingkat V dengan budaya tani dengan kaidah bioteknologi non agronomi yang berteknologi canggih. Tataran status budaya tani sejajar dengan teknologi dalam pembudayaan benih yang dimulai dari tingkat teknologi minim, sederhana, madya, maju, dan canggih.
Gambaran tataran teknologi itu sedikit banyaknya juga menggambarkan juga tataran indsutri benih jika kualifikasinya didasarkan pada tingkat teknologi yang digunakan. Industri benih tingkat I masih sangat minim teknologi, tingkat II sudah memanfaatkan teknologi dalam pengeringan dan pembersihan yang mungkin sudah bersifat non alami, tingkat III memanfaatkan mesin-mesin oengolahan benih termasuk untuk proses pemilhana, tingkat IV sudah menghasilkan benih yang bersertifikat, dan tingkat V sudah berteknologi canggih dan memiliki upaya penelitian dan pengembangan sendiri.
Tabel 1. Matriks teori kesejajaran       


Dengan dasar teori kesejajaran maka apabila budaya tani dihadapkan pada tataran teknologi industri benih, maka dapat digambarkan matrix untuk pembinaan perbenihan berbagai komoditi (Tabel 2).

Tabel 2. Aplikasi teori kesejajaran Sadjad untuk industri benih pada tingkat budaya tani



Untuk komoditi sayuran, bunga-bungaan yang sudah memiliki budaya tani yang canggih misalnya perlu dilayani oleh teknologi indsutri benih tingkat V yang berteknologi canggih. Komoditi lainnya seperti padi sawah yang memiliki budaya tani yang modern akan sesuai jika dilayani oleh industri benih berteknologi tingkat IV. Demikian juga pada jagung hibrida, budaya taninya harus menyesuaikan teknologi benih tersebut dengan dinaikkan dari budaya madya ke arah modern misalkan dengan konsolidasi manajemen usahatani. Begitu sebaliknya jika misalnya padi ladang dilayani oleh industri benih tingkat IV atau V, maka indsutri benih tersebut menjadi berbiaya tinggi karena budaya tani ladang masih berada pada tataran tingkat II yang sederhana. Dalam hal ini kalaupun dipaksakan maka perlu ada intervensi pemerintah melalui pemberian subsidi baik subsidi dalam kegiatan riset, pemuliaan, harga, maupun bentuk lainnya.
Dengan teori ini maka sebagai produsen benih bisa menempatkan strategi pemasaran yang tepat, yaitu bagaimana membuat kebijakan benih yang sesuai dengan tataran budaya tani yang ada pada petani apabila hendak menerapkan pembinaan teknologinya dalam memproduksi benih. Dalam pengembangan suatu spesies maka juga perlu dilihat pada tingkat berapa komoditas tersebut sehingga target pasarnya sudah bisa ditetapkan.

Kamis, 05 Januari 2012

Prospek Membibitkan Sayuran (Vegetable Transplants) di Rumah Kasa

PENDAHULUAN

          Sayuran merupakan komoditas penting yang dibudidayakan oleh petani di berbagai daerah di Indonesia. Komoditas sayuran merupakan cash crop yang dapat secara nyata mendatangkan keuntungan bagi petani di Indonesia. Dengan demikian, keberhasilan dalam usaha tani sayuran dapat memberikan sumbangan yang besar bagi kesejahteraan petani. Konsumsi sayuran di Indonesia diprediksikan akan mengalami peningkatan sejalan dengan membaiknya kondisi perekonomian dan meningkatnya taraf pendidikan masyarakat. Peluang meningkatnya permintaan tersebut perlu diantisipasi dengan peningkatan kuantitas dan kualitas produk sayuran yang dihasilkan petani di Indonesia.
          Kontribusi sayuran terhadap produk domestik bruto (PDB) sektor pertanian juga relatif besar yaitu 5,06%, sehingga bisnis disayuran cukup menjanjikan terutama didalam aspek hulu yaitu perbenihan. Tahun 2009 ekspor benih sayuran mencapai 760,9 ton. Penyediaan beberapa produk sayuran tertentu untuk keperluan ekspor juga mulai terbuka. Komoditas tomat dari Indonesia merupakan contoh sayuran yang telah mulai dapat diekspor ke Malaysia, Singapura dan Hongkong (Deptan, 2002). Namun demikian, pangsa ekspor sayuran dari Indonesia ke pasar global masih sangat kecil yaitu sekitar 0,22% (Tridjaja dan Kusharyono, 2003).
          Keberhasilan budidaya sayuran utama di Indonesia sangat ditentukan oleh ketersediaan benih sayuran yang bermutu secara berkesinambungan. Sedangkan ketersediaan benih sangat dipengaruhi oleh berbagai kebijakan dalam bidang pertanĂ­an oleh pemerintah Indonesia. Saat ini benih sayuran yang beredar dipasaran hampir semuanya sudah berupa benih hibrida kecuali beberapa komoditas seperti kangkung. Penggunaan benih hibrida dalam usahatani sayuran membutuhkan budaya tani yang lebih maju karena penggunaan hibrida harus didukung dengan teknik agronomi yang lebih modern.
          Akhir-akhir ini di beberapa sentra produksi cabai, tomat, dan lain-lain telah dikembangkan dan diminati oleh petani yaitu benih cabai/tomat dalam bentuk bibit umur 3 minggu yang sudah siap tanam di lapangan. Hal ini merupakan peluang bisnis baru bagi penangkar benih. Dalam bentuk bibit ini keuntungannya petani mendapatkan kepastian bahwa tanaman sudah benar-benar tumbuh, bukan lagi potensi tumbuh/daya tumbuh. Jika kita membeli benih cabai dalam bentuk biji seringkali tertera dalam label benihnya daya berkecambah 85% tetapi kenyataannya saat ditanam di persemaian daya tumbuhnya hanya sekitar 70%. Jadi kalau membeli bibit cabai daya tumbuhnya menjadi 100%  karena yang dibeli bibit, kemudian petani juga bisa memilih bibit yang vigor dan sehat yang akan dibeli. Tulisan ini bertujuan mengulas prospek bisnis membibitkan sayuran (vegetable transplants) di rumak kasa serta srategi pengelolaannya untuk menjawab kebutuhan bibit sayuran di Indonesia.

PRODUKSI KOMERSIAL BIBIT SAYURAN

          Secara umum tanaman sayuran diperbanyak melalui bahan tanam berupa benih. Kemudian seiring dengan tuntutan konsumen yang semakin maju maka benih sayuran juga diperjualbelikan dalam bentuk bibit (transplants). Kebanyakan tanaman sayuran dapat tumbuh dengan menggunakan transplant, dan biasanya disesuaikan dengan preferensi konsumen. Belum ada prosedur yang sederhana dalam membibitkan sayuran tetpai dengan pengalaman yang cukup, seseorang bisa mulai menghasilkan produk transplant yang konsisten dan bermutu. Dari aspek mutu, bibit sayuran yang baik adalah yang memiliki pertanaman kuat, bebas hama penyakit, dan memiliki sistem perakaran yang kuat. Beberapa hal yang perlu diperhatikan ketika berbisnis bibit sayuran adalah memahami keseluruhan proses produksi, menghitung kelayakan ekonomi dan kapasitas produksi yang diperlukan, ketersediaan kemampuan manajemen dan biaya investasi serta spesifik komoditas yang akan dikembangkan.
          Produksi bibit sayuran di rumah kaca membutuhkan manajemen dan sumberdaya yang cukup intensif baik waktu, pengetahuan, kemampuan manajemen dan sumberdaya finansial. Pertimbangan kedua adalah risiko serta tingkat keuntungannya juga harus diperkirakan dengan baik karena masalah potensial yang bisa terjadi dalam usaha pembibitan sayuran seperti hama dan penyakit. Investasi peralatan yang tinggi perlu ditunjang dengan keuntungan yang tinggi pula. Jika semuanya sudah diperkirakan maka langkah selanjutnya adalah memulai proses produksi.

Pemilihan Lokasi Produksi
          Pemilihan lokasi untuk membangun rumah kaca merupakan langkah awal dalam memproduksi benih sayuran dalam bentuk bibit (transplants). Lokasi produksi sebaiknya agak jauh dari lahan sentra sayuran karena lahan sayuran merupakan sumber inokulum, hama dan dan penyakit yang suatu saat bisa menyerang pertanaman kita. Beberapa pertimbangannya adalah ketersediaan tenaga kerja, kedekatan dengan pasar, mudah diakses, ketersediaan saprodi, pajak yang ringan dan ada peluang untuk perluasan area (expansion).


Struktur rumah kasa dan Peralatan pendukung
          Secara umum terdapat 3 type dari bangunan rumah kasa yaitu tipe gable, curved roof, dan quonset. Masing-masing tipe memiliki keunggulan sendiri-sendiri. Prinsip utamanya adalah membuat agar cahaya matahari tetap bisa masuk tanpa menimbulkan kerusakan tanaman di persemaian. Oleh karena itu atap rumah kasa harus terbuat dari bahan yang bisa mentransmisikan cahaya matahari secara maksimal. Beberapa contoh bahan untuk atap banyak tersedia seperti paranet, polyethylene, acrilic, polycarbonate dan polyester film.  
          Produksi bibit sayuran di rumah kaca memerlukan banyak peralatan sehingga biaya investasinya relatif lebih besar. Tetapi hal ini bisa diatasi jika pemilihan peralatan penunjang tersebut dapat mendukung produksi bibit yang efisien. Misalnya peralatan untuk pengairan (irigasi) perlu didesain supaya seluruh areal tanaman bisa dapat dipasok kebutuhan airnya. Alat yang digunakan bisa dengan selang atau jika menginginkan teknologi yang lebih tinggi bisa menggunakan penyiraman otomatis untuk mencapai keseragaman perlakuan. Kemudian untuk mendukung sistem irigasi yang modern, maka pemilihan meja tanam bisa menggunakan T-rail.
          Wadah yang digunakan untuk bibit transplant juga tersedia dalam beberapa jenis seperti styrofoam, plastik tebal, atau polybag. Sebelum digunakan, wadah tanam sebaiknya disterilisasi dengan chlorine 10% atau sodium hypochloride 1-2%. Penggunaan klorin perlu disesuaikan dengan wadah yang digunakan. Bentuk wadah bisa berupa tray dengan beberapa ukuran lubang yang disesuaikan dengan ukuran benih tanaman. Contohnya pada tanaman bawang merah yang per hektar membutuhkan 10 ribu tanaman, maka media pembibitannya sebaiknya yang memiliki lubang kecil sehingga dengan tempat yang minimal bisa menumbuhkan tanaman yang banyak.
Kemudian media tanam juga menjadi faktor kunci dalam produksi bibit sayuran. Masing-masing jenis sayuran terkadang membutuhkan media yang spesifik. Syarat utama media tanam adalah bebas serangga, patogen, nematoda, dan biji gulma. Dari hasil pengalaman, media dengan komposisi arang lumut, vermiculite, dan perlite cukup bagus untuk membibitkan sayuran, karena memiliki kemampuan untuk menahan air dan menyediakan nutrisi bagi tanaman.

Strategi Bisnis Pembibitan Sayuran di Rumah Kaca
          Kunci utama dalam memulai suatu usaha adalah tersedianya pasar. Tidak jarang ketika membuat suatu produk ternyata tidak dibutuhkan oleh pasar sehingga investasi yang besar bisa terbuang sia-sia. Tanaman sayuran secara umum dikerjakan oleh petani yang maju diwilayah yang maju pula. Strategi pemasaran bisa dimulai dengan menetapkan target pasar dan mengedukasi tentang keuntungan dan keunggulan produk. Pemilihan varietas yang sesuai dengan preferensi konsumen juga perlu menjadi perhatian. Rata-rata produsen transplant tidak memiliki varietas sendiri sehingga benih dari varietas tertentu harus membeli dipasaran. Pemilihan varietas ini harus disesuaikan dengan keinginan petani dalam budidaya sayuran.
          Faktor daya beli petani juga perlu diperhatikan. Strategi harga dengan beberapa kemudahan pembayaran mungkin bisa menjadi salah satu alternatif mensiasati harga bibit (transplants) yang lebih tinggi dibanding membeli benih. Tetapi keuntungan lainnya petani tidak perlu lagi membuat persemaian sehingga bisa langsung tanam dan terjamin mutunya. Hal seperti ini yang perlu secara berkalanjutan dilakukan penyuluhan dan pendampingan.  Strategi lainnya adalah produsen transplant bisa melakukan ekspan dengan berperan sebagai packaging house yang akan menampung hasil produksi petani sehingga terjalin kemitraan usaha yang saling menguntungkan.
          Kemitraan usaha antara produsen transplants dan petani harus terus dijaga sehingga bisa tercapai mutual trust. Modal sosial ini yang bisa menjadi dasar utama dalam usaha membibitkan sayuran di rumah kaca. Beberapa fasilitas pendukung sebagai salah satu bagian pelayanan melalui bantuan transportasi bibit ke lahan dapat dilakukan sehingga petani semakin antusias dalam menggunakan produk bibit sayuran yang kita produksi. Sedangkan untuk menjamin mutu, saat ini sertifikasi bibit sayuran masih belum diatur dalam peraturan pemerintah sehingga belum ada standar mutu yang jelas. Peluang ini yang bisa dimanfaatkan produsen dengan membuat sendiri internal quality control, karena mutu merupakan suatu kebutuhan bukan kewajiban.

Prospek pembibitan sayuran (vegetable transplant)
          Perkembangan agribisnis sayuran makin meningkat sejalan dengan berkembangnya ekonomi nasional, antara lain dicirikan dengan berkembangnya industri pengolahan berbasis sayurana yang memerlukan produk sayuran yang sesuai dengan target kualitas produk industri dimaksud, berkembangnya pasar-pasar modern dimana produk sayuran yang dipasarkan di pasar-pasar modern harus memenuhi standar mutu tertentu yang sesuai dengan selera konsumen sehingga kualitas produk yang tidak bermutu tidak akan laku, penerapan rantai pasokan agribisnis sayuran yang lebih efisien & efektif pada akhirnya produsen sayuran harus mampu memenuhi standar kualitas & keinginan konsumen. Kemudian dengan berkembangnya penerapan GAP (Good Agricultural Practices) sayuran perlu juga dibarengi dengan penggunaan bahan tanam yang bermutu tinggi.
          Saat ini perbanyakan sayuran dengan menggunakan benih masih menjadi prioritas pemerintah karena berbagai sifat kemudahannya dalam mentransportasikan ke beberapa daerah. Tetapi seiring dengan berkembangangnya tuntutan petani sayuran dalam hal mutu benih, maka pengembangan industri transplant yang terdesentralisasi akan memudahkan dalam pemasaran benihnya. Di beberapa daerah luar negeri seperti di Florida, perkembangan industri transpant memiliki trend yang positif. Beberapa komoditas yang diproduksi seperti tomat, cabai, celery, strawberry, broccoli, bawang merah, lettuce, dan muskmellon.
          Biaya yang dibutuhkan dalam bisnis ini adalah biaya investasi dan operasional. Biaya investasi meliputi bangunan rumah kaca, mesin, peralatan irigasi, pencampur tanah, tray, dan juga perlengkapan pendukung lainnya. Untuk biaya operasional meliputi pembelian benih, media tanam, air, pupuk, dan tenaga kerja. Biaya pembelian benih berkisar antara 24%, sedangkan tenaga kerja termasuk didalamnya manajemen berkisar antara 14-70%.
          Meskipun demikian usaha ini tidak pernah luput dari permasalahan. Hasil survey diluar negeri menunjukkan bahwa serangan hama serangga merupakan masalah yang paling banyak ditemui dalam produksi bibit sayuran (transplant). Hama spesifiknya adalah leaf miner pada semangka dan tomat, kutu putih pada tomat, aphids pada cabai, ulat diamondback pada kubis. Masalah lainnya adalah daya berkecambah benih yang rendah pada cabai, tomat dan juga cekaman suhu tinggi pada beberapa tanaman, cekaman kekeringan, dumping off, nematoda, keracunan nutrisi, handling yang buruk, dan kesalahan dalam proses produksi.

PENUTUP
         
          Dalam menggeluti bisnis transplants, memerlukan keahlian manajemen khusus dan diperlukan eksperimen-eksperimen yang mengarah pada optimasi input produksi sehingga didapatkan efisiensi biaya seperti mencari media yang optimal, benih yang sesuai atau dosis pemupukan sehingga bisa diperoleh standar operasional prosedur untuk masing-masing komoditas. Produsen bibit sayuran bisa mengurangi kerugian maupun keselahan dengan memperhatikan beberapa prinsip utama yaitu dengan membeli benih yang berkualitas karena produk akhir yang bermutu dimulai dari penggunaan benih yang bermutu tinggi, mengurangi penggunaan air yang berlebihan karena bisa menyebabkan banyak masalah seperti timbulnya penyakit busuk benih, busuk akar, perkembangan akar menjadi terhambat dan bahkan bisa mengakibatkan tercucinya larutan hara yang ada pada media tanam. Kemudian juga penggunaan pupuk sebaiknya juga tidak berlebihan disesuaikan dengan kondisi cuaca dan terakhir yang tidak kalah pentingnya adalah supervisi terhadap rumah kaca setiap hari untuk bisa mengambil tindakan secara cepat jika timbul masalah serangan penyakit, hama serta perubahan-perubahan yang terjadi pada bibit (transplants).



DAFTAR BACAAN
Boyhan, G.E. 2010 Tranplant production systems. In Boyhan, G.E., D.M. Grandberry (eds). Commercial production of vegetable transplants. Cooperative extension. The University of Georgia
Kelley, W.T. 2010. Containers and media. In Boyhan, G.E., D.M. Grandberry (eds). Commercial production of vegetable transplants. Cooperative extension. The University of Georgia
Vavrina, C.S. 2002. An introduction to the production of containerized vegetable transplants. Extension Institute of Food and Agricultural Sciences. University of Florida
Vavrina, C.S., W. Summerhill. 1992. Production and marketing reports: Florida vegetable transplant producers survey 1989-1990. HortTechnology 2(4)
         

Selasa, 03 Januari 2012

Potensi Sumberdaya Genetik (Plasma Nutfah) di Maluku Utara & Pengelolaannya


Sering kali secara awam kita jarang membedakan apa yang dimaksud dengan sumberdaya genetik (genetik resources) dan sumberdaya hayati (bioresources). Sumberdaya genetik atau plasma nutfah tanaman merupakan padanan istilah plant germplasm. Plasma nutfah tanaman adalah keanekaragaman fenotipik dan genetik yang dimiliki oleh setiap jenis (spesies) tanaman. Unsur plasma nutfah pada masing-masing spesies tanaman budidaya terdiri dari: varietas komersial, varietas lokal, galur harapan, F1 Hibrida, breeding materials, mutan, polyploid, aneuploid, komposit, galur sitoplasmik, landraces, maupun spesies liar.
Sedangkan sumberdaya hayati (bioresources) atau sering juga disebut keanekaragaman hayati (biodiversities) merupakan kisaran keanekaragaman spesies (jenis) tanaman yang tersedia pada suatu tempat, wilayah, agroekosistem, atau negara. Koleksi keanekaragaman hayati diwujudkan dalam bentuk kebun botani, koleksi tumbuhan, atau koleksi tanaman. Pembedaan istilah diawal tulisan ini ditujukan untuk menyamakan persepsi kita, sehingga kedepan pelaksanaan program-program bisa tepat sasaran. Tujuan tulisan ini adalah memaparkan peran petani dan penyuluh dalam mengelola plasma nutfah tanaman.

Potensi varietas lokal
Pertambahan penduduk yang sedemikian cepat menuntut penyediaan pangan secara mandiri dan berkelanjutan. Konsekuensi logis dari hal ini adalah introduksi teknologi pertanian yang begitu masif untuk mencapai swasembada pangan. Penggunaan varietas unggul yang seragam dan indeks pertanaman yang sedemikian tinggi diduga menyebabkan bergesernya varietas lokal dan juga keragaman jenis tanaman yang sudah turun temurun dibudidayakan petani, terutama untuk tanaman pangan. Sedangkan untuk tanaman perkebunan dan buah, bergesernya jenis dan varietas lokal lebih banyak disebabkan gencarnya pembangunan seperti pemukiman dan fasilitas publik. 
Beberapa contoh tanaman yang sudah mulai bergeser diantaranya iles-iles (amorphophalus). Menurut darwis (2006), di Jepang tanaman ini populer sekali sebagai pencampur sukiyaki dengan sifat yang mengenyangkan dan rendah kalori. Bahkan untuk menangani iles-iles ini terdapat balai penelitian iles-iles atau yang bernama conyaku dama nongio skenjo. Padahal di Indonesia, tanaman tersebut sekarang sudah termasuk tanaman liar dan kalaupun ada hanya sebagai tanaman pekarangan.
Kemudian untuk tanaman hortikultura, contoh di Maluku Utara dahulunya terdapat beberapa varietas lokal yang pernah disukai masyarakat tetapi sekarang sudah hampir tidak kelihatan seperti jeruk Topo dengan karakter rasa buah yang manis, bawang Topo dengan ukuran yang kecil tetapi kandungan minyak atsiri yang tinggi, nangka Jingga dengan warna daging buah jingga, dan duku Bacan yang memiliki daya hasil yang tinggi.
Meskipun demikian, potensi varietas lokal yang masih ada juga masih banyak tersedia dan menjadi tugas kita bersama untuk mengelolanya sehingga ke depannya masih tetap eksis. Contohnya varietas lokal yang perlu dimanfaatkan keragaman genetiknya di Maluku Utara seperti pisang Mulut Bebek yang memiliki keunggulan rasa yang gurih, pisang Hawwa yang oleh masyarakat Tobelo Halmahera Utara bisa digunakan untuk pencegahan diabetes, anggrek Halmahera yang memiliki sekitar 27 jenis yang berbeda karakternya dengan aneka bentuk dan warna bunga, kenari Hapo dengan karakter ukuran biji yang lebih besar dari ukuran normal yang terdapat di Pulau Morotai dan juga Pulau Makian, pala Ternate dengan kandungan myristicin yang tinggi, pala Tidore dan pala Tobelo dengan ukuran biji yang agak besar, kelapa Igo Ratu dengan jumlah buah per tandannya yang bisa mencapai 100 buah yang terdapat di Pulau Ternate, bambu kuning dan bambu batik yang memiliki corak spesifik ditemukan di Hutan Gunung Gamalama, ubi kayu Jame-Jame yang produksi umbi rata-ratanya diatas 50 kg per pohon yang sekarang masih tetap dibudidayakan petani, dan masih ada sekitar 200an jenis tanaman yang diidentifikasi bisa digunakan sebagai obat.
Kemudian masih ada lagi contoh yang disampaikan oleh zuraida dan sumarno (2003), di Madura yang iklimnya kering dan masyarakatnya makan jagung, terbentuk varietas jagung lokal Madura yang berumur sangat genjah (60 hari–70 hari), tahan kekeringan, biji tahan simpan karena tidak mudah terserang hama gudang, dan rasanya enak. Kemudian di Papua yang masyarakatnya menggunakan ubijalar sebagai makanan utama, terbentuk varietas ubijalar lokal yang umbinya tahan lama di pertanaman, mudah matang bila dibakar (kadar patinya tinggi) dan adaptif pada suhu dingin. Menjadi tugas kita bersama untuk melestarikan, melindungi, dan mendaftarkan varietas lokal di Pusat Perlindungan Varietas Tanaman sehingga keragaman genetiknya bisa dimanfaatkan.

  Pemberdayaan penyuluh dan petani dalam konservasi SDG
Tidak dapat dipungkiri bahwa Penyuluh pertanian merupakan ujung tombak pembangunan pertanian. Saat ini kemampuan dan keahlian penyuluh pertanian relatif stagnan sejak era BIMAS. Apalagi penyuluh saat ini adalah penyuluh polivalen yang harus menguasai semua disiplin ilmu. Oleh karena itu peningkatan pengetahuan penyuluh tentang pentingnya sumberdaya genetik sudah harus di agendakan dalam setiap pelatihan. Sehingga secara tidak langsung tranformasi ilmu terkait peran pentingnya konservasi sumberdaya genetik bisa sampai ditingkat petani, pada akhirnya diharapkan bisa menangkal aksi pencurian plasma nutfah oleh pihak asing.
Kendala yang sering dihadapi adalah terbatasnya sumberdaya anggaran. Memang persoalan pengelolaan plasma nutfah menurut sumarno (2007) bersifat cost center artinya pengeluaran biaya tanpa mendatangkan penerimaan pendapatan secara langsung. Hal ini disebabkan manfaat yang sangat besar dari plasma nutfah tidak secara langsung dapat dinilai uang atau pendapatan negara. Nilai komersial yang tinggi justru terdapat pada perusahaan benih, yang memanfaatkan gen-gen berasal dari koleksi plasma nutfah. Sudah seharusnya perusahaan swasta melaksanakan  PP no. 35 tahun 2007 tentang kewajiban badan usaha untuk mengalokasikan sebagian pendapatannya untuk peningkatan kemampuan inovasi teknologi. Oleh karena itu percepatan pembentukan Komisi Daerah Sumberdaya Genetik perlu segera dilakukan sehingga dapat mencari sumber-sumber pembiayaan di daerah baik melalui APBD maupun swasta.
Selain konservasi plasma nutfah melalui eks situ dan gene bank yang dilakukan oleh pemerintah, maka tidak kalah pentingnya adalah peran petani yang secara sehari-harinya bersentuhan langsung dan mempunyai kepentingan untuk melestarikan plasma nutfah yang terdapat dalam varietas unggul lokal. Menurut Sumarno (2007) Ada beberapa peran cara partisipasi petani dalam pengelolaan plasma nutfah seperti melestarikan land races, varietas lokal dan variabilitas genetik spesies tanaman dengan cara menanam varietas-varietas lokal yang telah ditanam secara turun-temurun. Penyediaan benih untuk pertanaman musim berikutnya perlu dilakukan dengan cara sampling agar dapat mewakili variabilitas genetik varietas lokal yang ditanam.  
Cara lain yang bisa diterapkan adalah  membuat koleksi varietas lokal yang ditanam pada kebun desa. Pola ini sebenarnya cukup efektif untuk wilayah luar jawa yang masih memiliki luas lahan yang luas untuk membuat kebun desa. Untuk menstimulasi ini maka Pemerintah Daerah perlu mengapresiasi desa yang memiliki kebun koleksi plasma nutfah dengan menjadikan desa tersebut sebagai laboratorium lapang dan kompensasinya adalah peningkatan infrastruktur dan fasilitas publik di desa tersebut serta diterapkannya hak perwalian varietas lokal oleh masyarakat tersebut berdasarkan prinsip prior informed consent  artinya orang lain tetap diberi ijn untuk menggunakan benih varietas lokal tersebut (CBD, 1996).
Selain itu petani yang memiliki atau menemukan varietas lokal dibantu penyuluh diwajibkan untuk mengirimkan benihnya kepada Balai Penelitian/Pengkajian yang terdekat, karena konservasi plasma nutfah adalah kewajiban pemerintah yang akan disimpan di kebun percobaan dan gene bank. Jadi diharapkan dengan luasnya negara kita serta terbatasnya sumberdaya anggaran dan SDM peneliti, peran aktif masyarakat dapat menjadi benteng terakhir dalam pelestarian dan perlindungan sumberdaya genetik. Sehingga jangan sampai terjadi tanaman cengkeh yang menurut rumphius dalam Tojib (1975) aslinya berasal dari Pulau Makian di Maluku Utara, saat ini sudah menjadi cengkeh Zanzibar ***.