home

Rabu, 05 Oktober 2011

Pendekatan Teologis dalam Indonesian Feed The World

Persoalan pangan sejatinya sudah menjadi perhatian para ilmuwan sejak jaman dahulu. Dimulai tahun 1798 dimana Robert Malthus mengemukakan teorinya bahwa peningkatan produksi pangan mengikuti deret hitung sedangkan pertumbuhan penduduk mengikuti deret ukur sehingga dampaknya adalah manusia pada masa depan akan mengalami ancaman kekurangan pangan. Tetapi jika kita melihat kondisi saat ini, teori Robert Malthus tersebut tampaknya masih belum banyak terbukti mengingat laju pertumbuhan penduduk masih bisa didukung oleh pertumbuhan pangan. Bahkan ilmuwan Jeffrey D. Sach (Scientific American, 2008) juga menyatakan, “apakah benar kita sudah membantah teori Malthus”??
Dan tidak ada satu pun mahkluk bergerak (bernyawa) di bumi ini melainkan semuanya dijamin Allah rezekinya (QS 11:6)
Dan berapa banyak mahkluk yang bernyawa yang tidak (dapat) membawa (mengurus) rezekinya sendiri. Allah-lah yang memberi rezeki kepadanya dan kepadamu dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui (QS 29:60)
Berdasarkan ayat tersebut hakekatnya tidak akan pernah ada kekurangan pangan di dunia ini, baik itu yang menyangkut manusia maupun hewan, karena semuanya telah di jamin oleh Tuhan. Meskipun demikian dalam ayat yang lain, Tuhan juga mengancam manusia dengan bencana kelaparan, kekurangan pangan sebagai azab, cobaan dan peringatan agar manusia kembali bersyukur dan mengingatNYA.
Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezekinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk)nya mengingkari nikmat-nikmat Allah; karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat (QS 112:16)
Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar (QS 2:155)
Ancaman krisis pangan di wilayah negara lain memang sedikit lebih menakutkan, terutama karena laju pertambahan penduduknya yang besar, ditambah adanya dampak ketidakpastian iklim serta ancaman ekologis karena keterlambatan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim. Menurut World Food Program (2008), sebanyak 57 negara (29 di Afrika, 19 di Asia dan 9 di Amerika Latin) juga terkena bencana banjir maupun bencana ekologis.  Di pihak lain, bencana kekeringan dan gelombang panas juga melanda beberapa wilayah di sebagian Asia seperti Cina, Eropa, dan Uruguay.  Bahkan di Australia yang menjadi salah satu produsen gandum dunia, bencana kekeringan tahun 2007 yang lalu juga telah menurunkan produksi gandum sekitar 40 persen atau 4 juta ton. Tidak heran jika kemudian suplai gandum dunia agak terganggu dan sempat melonjakkan harga gandum di pasar global.  Laporan WFP tersebut juga menyebutkan bahwa sekitar 854 juta jiwa di seluruh dunia terancam kelaparan. Kelompok rawan pangan ini akan bertambah sekitar 4 juta jiwa per tahun, sehingga kenaikan harga pangan dunia saat ini benar-benar bisa di luar jangkauan kelompok miskin tersebut.
Di Indonesia, ancaman pangan agaknya masih belum menjadi masalah yang menakutkan. Berdasarkan data BPS (2011), pada tahun 2010 produksi produk pangan strategis seperti padi, jagung menunjukkan peningkatan, hanya kedelai yang mengalami penurunan. Meskipun demikian jika mengacu target produksi Kementerian Pertanian, maka tahun 2010 tidak ada komoditas pangan strategis yang mencapai sasaran. Produksi padi memang meningkat 2,46% yaitu mencapai 65,9 juta ton (setara 39,5 juta ton beras) tetapi capaian targetnya sebesar 98,9% sedangkan jagung produksinya 17,8 juta ton (capaian targetnya 89,8%) serta kedelai produksinya 905,1 ribu ton dan hanya memenuhi target 69,6%.
Beras merupakan komoditas yang perlu mendapat perhatian serius karena masih menjadi makanan pokok yang wajib tersedia untuk menjaga stabilitas baik sosial ekonomi, maupun politik dan keamanan. Kondisi ini sebenarnya merupakan hasil perekayasaan kultural masa lalu yang memberi konsekuensi luas. Diantaranya adalah bahwa kebijakan pangan Indonesia harus menempatkan kebijakan perberasan sebagai salah satu pilar utamanya
Jika menurut BPS (2011) jumlah penduduk Indonesia tahun 2010 adalah sebesar 237,6 juta dengan tingkat konsumsi beras per kapita per tahunnya adalah 139 kg maka dibutuhkan beras sebesar 33,02 juta ton per tahun. Jadi pada tahun kemarin perhitungan matematis sebenarnya Indonesia sudah surplus beras 6,48 juta ton. Permasalahannya hanya pada ketersediaan beras yang menyesuaikan musim panen sedangkan kebutuhannya harus setiap hari sehingga disini peran manajemen stok dari Perum Bulog sangat dibutuhkan. Meskipun demikian dengan tingkat pertumbuhan penduduk sebesar 1,49%/tahun maka perlu juga disiapkan instrumen untuk memberikan kecukupan pangan bagi masyarakat Indonesia.

Strategi dan Agenda Kedepan
Solusi klasik untuk peningkatan produksi beras adalah perluasan areal dan peningkatan produktivitas. Laju perluasan lahan untuk padi hanya 1,82%. Karena memang membutuhkan investasi yang cukup besar dalam melakukan pencetakan sawah yang biayanya bisa mencapai 15 juta/ha, belum lagi untuk membangun infrastruktur pendukungnya seperti jaringan irigasi dan jalan usahatani yang investasi per km bisa mencapai 50 juta. Oleh karena itu upaya untuk menekan alih fungsi lahan pertanian utamanya lahan sawah sangat mendesak dilakukan.  Instrumen kebijakan berupa produk UU no 41 tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan perlu segera ditegakkan terutama diwilayah pulau Jawa.
Kemudian upaya untuk meningkatkan produktivitas padi yang tahun 2010 hanya meningkat 0,62% hanya bisa dilakukan melalui kegiatan breeding dan perbaikan teknologi budidaya dengan pendekatan PTT. Saat ini sudah banyak varietas unggul baru (VUB) padi yang terbaru dirilis oleh BB Padi (2010) seperti Inpari 1 sampai dengan Inpari 13 dengan keunggulannya yang spesifik serta potensi hasil yang tinggi (7-10 ton/ha). Permasalahannya adalah tingkat adopsi varietas unggul tersebut masih cukup rendah ditingkat petani. Saat ini petani masih banyak yang menggunakan varietas IR 64 dan Ciherang. Penggunaan varietas padi hibrida untuk wilayah-wilayah tertentu juga masih dimungkinkan untuk mendongkrak produktivitas, mengingat potensi hasil padi hibrida bisa mencapai 11 ton/ha. Varietas padi hibrida yang sudah dirilis BB Padi seperti Hipa 3 sampai dengan Hipa 8.
Selain peningkatan produksi, maka pengurangan konsumsi beras melalui diversifikasi juga perlu digenjot. Program ini sebenarnya cukup klasik tetapi masih tetap menarik untuk dicari terobosannya. Diversifikasi pangan dengan umbi-umbian untuk wilayah jawa saya kira bukan solusi yang tepat karena program ini sudah berjalan puluhan tahun dan terkesan stagnan. Diversifikasi pangan dengan buah dan sayur perlu dicoba, mengingat program ini banyak berhasil di negara-negara maju yang pendapatan perkapitanya relatif tinggi.  Sedangkan untuk wilayah luar Jawa seperti Indonesia Timur, harusnya lebih didukung untuk kampanye mengangkat citra makanan tradisional agar tidak terkesan inferior, karena masyarakan disana sudah terbiasa mengkonsumsi pangan olahan berbasis umbi-umbian maupun sagu sebagai makanan pokok. Selain itu, ajaran agama dalam mengkonsumsi sesuatu yang secara berlebih-lebihan juga dilarang, sehingga ini bisa menjadi dukungan untuk mengurangi konsumsi beras.
Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan (QS 7:31)
Hal lain yang perlu diwaspadai adalah kondisi iklim dan serangan hama yang tidak bisa dikendalikan oleh manusia. Bagaimana kita lihat bersama ditahun 2010 lalu serangan wereng batang coklat (WBC) begitu merajalela di wilayah jawa begitu juga ancaman banjir dimana-mana. Meskipun sudah ada varietas tahan WBC seperti Inpari 13 atau varietas toleran rendaman seperti Inpara 4 dan 5 atau bahkan varietas toleran kekeringan seperti Inpari 10, tetapi kondisi tersebut juga tetap perlu diwaspadai. Kemampuan manusia hanya memprediksi dan mengusahakan kerugian yang minimal, tetapi Tuhanlah yang berkehendak mutlak.
Dan Kami timpakan kepada mereka azab (kekurangan makanan, hama penyakit tanaman dll), supaya mereka kembali (ke jalan yang benar). (QS 43:48)
Maka makanlah yang halal lagi baik dari rezki yang telah diberikan Allah kepadamu; dan syukurilah nikmat Allah (QS 16:114)
Ayat tersebut seharusnya juga perlu menggugah kita bersama bahwa ada kekuatan lain yang menggerakkan iklim dan hama penyakit. Pertanyaannya apakah kewajiban kita mensyukuri nikmat yang telah diberikan dalam usaha pertanian sudah ditunaikan?? misalnya tentang zakat tanaman. Allah memerintahkan kita untuk mengeluarkan zakat dengan tujuan membersihkan harta dan jiwa serta tercapainya keseimbangan dalam masyarakat. Dengan zakat pula, Tuhan menjanjikan akan menurunkan rahmatNYA yang mungkin bisa berupa iklim yang mendukung pertanian maupun hama penyakit yang masih bisa dikendalikan.
Maka akan Aku tetapkan rahmat-Ku untuk orang-orang yang bertakwa, yang menunaikan zakat dan orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami (QS 7:156)
Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon kurma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya). Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan. (QS 6:141)
Tiada suatu kaum menolak mengeluarkan zakat melainkan Allah menimpa mereka dengan paceklik (kemarau panjang dan kegagalan panen). (HR. Ath-Thabrani)
Berdasarkan hal tersebut, tidak ada salahnya bagi kita untuk menganjurkan kepada semua stakeholder pertanian untuk mengeluarkan zakat bagi yang telah mencapai nishabnya. Contohnya dalam kitab fathul qorib, untuk nishab tanaman dan buah-buahan adalah 5 wasaq (1600 kati) atau setara 1,2 ton sedangkan yang wajib dizakati adalah 1/10 untuk tanaman yang menggunakan air hujan atau bendungan, sedangkan bagi tanaman yang menggunakan air sumur/sungai yang digerakkan oleh hewan maka zakatnya 0,5 dari 1/10. Begitulah ketentuan Tuhan yang hakekatnya memberikan pemerataan dan keseimbangan bagi manusia, alam dan lingkungan.
Wallahu alam bish showab.

Daftar Bacaan:
 (1)  DEPAG. Al-Qur’an dan Terjemahannya
(2)  BB Padi. 2010. Deskripsi Varietas Padi
 (3)  BPS. 2011. Laporan Bulanan Data Sosial Ekonomi Januari 2011
 (4) Kementerian Pertanian. 2009. Rencana strategis kementerian pertanian tahun 2010-2014.
(5) Muhammad, Syamsudin Abu Abdillah. 1982. Fat-Hul Qarib Jilid 1
 (6) Setneg. 2009. Undang-Undang no. 41 tahun 2009